UMP Cuma Naik 1,09 Persen, Aleg PKS: Bola di Tangan Gubernur

Aksi unjukrasa buruh menolak penangguhan UMP/UMK. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVA – Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati menyebut penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 dengan rata-rata nasional hanya naik 1,09 persen sebagai dampak penetapan Undang-Undang Cipta Kerja. 

KPK Tetapkan 2 Tersangka Baru Kasus Korupsi yang Menjerat Gubernur Malut

Menurut Mufida, formulasi perhitungan UMP 2022 sudah menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 sebagai aturan turunan UU Cipta Kerja. Hasilnya secara rata-rata nasional, kenaikan UMP sama sekali tak signifikan.

"Ini dampak penerapan UU Cipta Kerja dengan turunan aturan PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Pakar ketenagakerjaan menyebut ini kenaikan terendah dalam sejarah republik ini," kata Mufida dalam keterangannya, yang dikutip Minggu, 21 November 2021.

Punya Sejarah Dengan PAN, Airin Harap Kembali Didukung Pilgub Banten

Dia bilang sejak awal PKS menolak keras proses pembahasan UU Cipta Kerja. Sebab, kehadiran UU itu akan berdampak terhadap semua pekerja di semua sektor.

Gubernur DKI Anies Baswedan jawab demonstran UMP

Photo :
  • VIVA/Syaefullah
Erzaldi Rosman Siap Kembali Maju di Pilgub Bangka Belitung
 

Mufida menyebut 2021 sudah tak ada peningkatan UMP. Sementara, tahun 2022 secara rata-rata kenaikan sangat kecil. Selain itu, PP No 36 Tahun 2021 juga mengatur batas atas dan batas bawah penerapan UMP.

"Dengan formulasi ini setidaknya sudah ada beberapa provinsi yang tidak bisa naik UMPnya karena sudah melebihi batas atas. Sementara, di sisi lain batas bawah tidak boleh lebih rendah dari UMP sebelumnya yang pada 2021 diputuskan tidak ada kenaikan dengan alasan pandemi," jelas Mufida. 

Menurut dia, kemungkinan banyak daerah yang nanti akhirnya tidak naik UMPnya. Ia mengatakan jika pun naik, tidak akan jauh dari rata-rata nasional yang di kisaran satu persen tersebut.

Mufida menyebut kenaikan yang kecil ini adalah ekses formulasi perhitungan UMP yang tidak lagi memasukkan unsur Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagaimana aturan sebelumnya di PP 78/2015 tentang Pengupahan. 

Sementara, di PP 36/2021 turunan Cipta Kerja hanya fokus mempertimbangkan variabel di luar kebutuhan pekerja.

"Seperti kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan yang dimaksud meliputi variabel paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja dan median upah," ujar dia.

Pun, ia menambahkan saat ini keputusan ada di tangan kepada daerah gubernur. Ia meminta gubernur mendengarkan suara pekerja dan bisa memberikan keputusan yang terbaik.

"Bola di tangan para gubernur, kita harapkan dengan aspirasi yang disampaikan pekerja dan proyeksi kenaikan yang dihitung pemerintah pusat bisa menemukan jalan tengah," sebut Mufida.

Bagi dia, persoalan UMP adalah krusial karena jadi salah satu modal untuk konsumsi variabel utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya