JK: Jadi Pemimpin Hati-hati, Bisa Diikuti tapi Bisa Juga Dikritik

Wakil Presiden RI periode 2004-2009 & 2014-2019, Jusuf Kalla.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA –  Gaya komunikasi Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman jadi sorotan karena sering melontarkan pernyataan yang kontroversial. Salah satunya yang memantik pro dan kontra seperti 'jangan terlalu dalam pelajari agama'.

Indeks Keselamatan Jurnalis 2023 Ungkap Keamanan saat Peliputan Belum Terjamin Penuh

Terkait itu, Wakil Presiden RI periode 2004-2009 & 2014-2019, Jusuf Kalla menyampaikan pandangannya. Menurut dia, manusia itu bukan robot karena memiliki karakter yang berbeda.

Dia mencontohkan gaya komunikasi dari Presiden RI pertama Soekarno hingga saat ini, Joko Widodo atau Jokowi. Misalnya Soekarno atau Bung Karno dengan gaya komunikasinya yang berapi-api. Berbeda dengan Presiden RI ke-2 Soeharto yang komunikasinya tenang.

Buka Puasa Bersama Wartawan, Irjen Sandi Bicara Pentingnya Peran Media Kawal Agenda Nasional

"Pak Habibie apa pun acaranya bicaranya teknologi, contohnya. Kemudian, Pak Gus Dur sudah kita tahu lah segala macam humor-humor. SBY kelihatannya sangat akademis. Kalau Pak Jokowi kan tahu semua sangat merakyat. Itu semua berbeda-beda. Tidak ada satu pun presiden kita yang punya karakter yang sama," kata JK, sapaan akrabnya, dalam acara Catatan Demokrasi tvOne yang dikutip VIVA pada Kamis, 9 Desember 2021.

Jk bilang setiap pemimpin memiliki gaya komunikasi yang berbeda. Kata dia, hal ini yang membedakan antara pemimpin dulu dan sekarang.

4 Jenderal Polri Kompak Bareng Wartawan dan Polwan Sebar Kebaikan di Bulan Ramadan

Menurutnya, perbedaan itu salah satunya saat ini pesatnya teknologi berimbas masyarakat yang melek media sosial. Maka itu, ia mengingatkan pemimpin saat ini mesti hati-hati dalam menyampaikan pernyataan.

JK juga merujuk contoh pernyataan eks Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pulau Seribu beberapa tahun lalu yang menuai banyak protes.

"Tapi, di manapun komunikasi terjadi itu hati-hati pemimpin. Ahok di mana dia kepleset di Pulau Seribu, bukan di Jakarta. Jadi, jauh gitu. Jadi, yang harus diketahui oleh kita para pemimpin, pejabat. Bahwa apa yang kita lakukan terekam oleh apa saja," jelas eks Ketua Umum Partai Golkar tersebut.

Wakil Presiden periode 2004-2009 & 2014-2019, Jusuf Kalla

Wakil Presiden periode 2004-2009 & 2014-2019, Jusuf Kalla

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

Pun, ia menyampaikan dengan perkembangan teknologi saat ini, masyarakat netizen seolah-olah sudah menjadi wartawan yang memviralkan di media sosial.  

"Dulu ada wartawan terbatas. Sekarang semua bisa jadi wartawan. Punya handphone, video semua bisa  langsung kena. Saya kira itu yang terjadi," sebut JK.

Bagi JK, pemimpin mesti berhati-hati. Dia mengatakan di eranya sebagai Wapres RI, banyak perbedaan pandangan. Namun, saat ini berbeda karena pengaruh media sosial.

Dia berpesan agar para pemimpin sebelum bicara bisa berpikir dulu. Jangan sebaliknya bicara dulu baru berpikir dampaknya setelah dianggap kontroversi dan negatif.

"Kita hati-hati memang seperti itu. Bepikir dulu baru berbicara, kedua sadar betul apa yang dilakukan itu bisa diketahui orang banyak. Tiba-tiba viral dan bisa pandangan negatif," ujarnya.

Kemudian, ia menekankan seorang pemimpin itu bisa dicontoh. Namun, pemimpin harus siap dikritik.

"Jadi, seperti itu. Pemimpin itu seperti itu, bisa diikuti, tapi bisa juga dikritik, bisa-bisa," tuturnya.

JK mengingatkan agar di era teknologi yang maju saat ini, pemimpin mesti bijak dan hati-hati dalam gaya komunikasi.

"Ya itu lah kenyataan yang ada. Ini lah teknologi yang berkembang luar biasa. Ini keadaan yang harus dipahami Bisik-bisik pun bisa diketahui semua orang," jelas JK.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya