Waketum Gelora Fahri Hamzah Usul MPR jadi Lembaga Adhoc Saja

Fahri Hamzah, Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora
Sumber :
  • Media Center DPN Gelora Indonesia

VIVA – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah, menilai banyak yang harus diubah dalam tatanan politik ke depannya. Tidak hanya pembubaran fraksi di DPR. Termasuk mengusulkan, agar Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dijadikan lembaga yang tidak permanen atau adhoc saja. Salah satu alasannya, karena fungsinya hanya pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI saja.

Ketua MPR: Putusan MK Menjadi Akhir dari Berbagai Upaya Hukum Konstitusional

"Sebab aneh MPR ini, dipakainya sekali 5 tahun. Kan dia (MPR) dipakainya untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden, itu cuma sekali dalam 5 tahun. Habis itu kalau ada amandemen (UUD 1945)," kata Fahri Hamzah, dalam keterangan persnya, Jumat 14 Januari 2022.

Itu dipaparkan Fahri dalam Gelora Talk bertajuk 'Reformasi Sistem Politik, Mengapa Fraksi di DPR Sebaiknya Dihapus?'.

Ikut UU MD3, Airlangga Tegaskan Golkar Tak Incar Kursi Ketua DPR

Keberadaan MPR yang hanya melantik Presiden dan Wakil Presiden tetapi mendapat fasilitas negara, menurutnya tidak perlu. Dia juga menyoroti program Sosialisasi 4 Pilar yang selalu dilakukan MPR, yang menurutnya bukan tugas majelis.

"Jadi buat apa itu, kayak sekarang MPR-nya. Apalagi Pimpinan MPR-nya semua partai politik ada, semua dapat rumah dinas dan mobil dinas. Untuk apa? Buat Sosialisai Empat Pilar? Itu tugasnya eksekutif, bukan MPR," katanya. 

Tokoh Adat Sasak Sodorkan Nama Menteri dari NTB ke Prabowo-Gibran

Sosialisasi 4 Pilar Tugas Eksekutif

Fahri menilai, tugas-tugas seperti sosialisasi 4 pilar seperti itu, tidak seharusnya dilakukan oleh pimpinan dan anggota MPR. Sebab fungsi itu sejatinya ada di pihak eksekutif.

"Dia (MPR) kan assembly, sosialisasi kan oleh eksekutif," tegas Fahri.

Seluruh pimpinan MPR, adalah pimpinan partai politik. Menurutnya, majelis perlu direformasi secara sistem dan menyeluruh. Agar MPR tetap menjadi cerminan dari daulat rakyat, bukan daulat partai politik.

"Jadi banyaklah yang harus kita ubah kedepan, supaya kita betul-betul melakukan reformasi sistem politik kita agar jangan sampai daulat rakyat dikangkangi oleh partai politik. Itu bisa menjadi bencana," tegasnya. 

Fahri lantas menceritakan, ketika menjadi Ketua Tim Reformasi Parlemen dan juga pimpinan DPR 2014-2019, ada 7 RUU yang disiapkan. Lalu memberikannya ke pimpinan DPR selanjutnya yang saat itu dijabat Bambang Soesatyo atau Bamsoet, yang kini menjadi Ketua MPR.

"Saya mengajukan 7 RUU kepada Ketua DPR pada waktu itu, untuk diserahkan kepada DPR baru. Di antaranya pemisahan DPR dan DPD, UU Pemisahan DPR dan DPD dan termasuk saya mengusulkan agar MPR itu tidak menjadi lembaga permanen," jelasnya. 

Setelah itu, 7 RUU tersebut oleh DPR Periode 2019-2024, tidak dilanjutkan pembahasannya. Termasuk usulan agar MPR tidak menjadi lembaga permanen.

"Jadi kalau tugasnya hanya untuk melantik Presiden dan Wakil Presiden dan bertugas untuk mengamandemen UUD 1945, MPR tidak perlu menjadi lembaga permanen, karena peristiwa itu bukan peristiwa yang terus terjadi," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya