IKN di Kaltim, Golkar DKI Bikin Diskusi Bahas Status Jakarta

Golkar DKI gelar FGD bahas status Jakarta pasca IKN pindah ke Kaltim.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Golkar DPD DKI menggelar focus group discussion (FGD) terkait status Jakarta pasca pemerintah memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur (Kaltim). Ketua Golkar DKI Ahmed Zaki Iskandar menyampaikan hasil diskusi akan disampaikan kepada Komisi II DPR.

PSI Ungkap Sosok Gubernur yang Tepat Pimpin Jakarta

Menurut dia, Komisi II DPR dan pemerintah pusat nanti yang akan membahas Undang-Undang (UU) terkait status Jakarta.

"Kami sebagai partai politik menyambut saran, masukan, kritik terhadap perkembangan dari UU Provinsi Jakarta nantinya," kata Zaki, dalam keterangannya yang dikutip pada Rabu, 23 Maret 2022.

Hobi Lari, Politisi Golkar Misbakhun Capai Finis di London Marathon 2024

Dia mengatakan dalam pembahasan antara pemerintah dan DPR nanti Jakarta menjadi provinsi umum atau tetap provinsi khusus. Dia menekankan, ada beberapa kemungkinan terkait sistem pemerintahan Jakarta setelah Presiden Jokowi mengesahkan UU Nomor 2 tahun 2022 tentang IKN dari Jakarta ke Kaltim pada  15 Februari 2022.

Zaki menjelaskan, saat ini pemerintahan di Jakarta masih dipegang Gubernur. Hal ini merujuk UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta sebagai IKN belum dicabut. 

MK Tolak Gugatan Kubu Anies dan Ganjar, Airlangga: Saatnya Kembali Merajut Persatuan

Dengan kondisi itu, Pemerintah Kota (Pemkot) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) hanya berstatus administratif sehingga jabatan wali kota dan bupati masih dipegang PNS eselon II.

Golkar DKI gelar FGD.

Photo :
  • Istimewa

Pun, jika daerah tingkat dua yakni Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Seribu berstatus otonom, maka wali kota atau bupati bisa dipilih rakyat melalui Pilkada.

Jabatan wali kota dan bupati di Jakarta selama ini atas penunjukan Gubernur DKI Jakarta. Wali Kota dan Bupati itu tidak mengelola anggaran penerimaan dan belanja daerah (APBD). 

Kemudian, ia menambahkan jika daerah tingkat dua jadi daerah otonom, perlu dibentuk lembaga legislatif atau DPRD tingkat dua. Menurutnya, pemilihan ini bisa dimulai di  Pilkada 2029.

"Mungkin 2024 belum siap. Yang jelas mesti membuka peluang atau opsi lain agar pengelolaan Jakarta lebih baik di masa mendatang," jelas Zaki yang juga Bupati Tangerang tersebut.

Sejarah Jakarta

Dalam diskusi ini hadir pula pakar pemerintahan otonomi daerah Prof Dr Ryaas Rasyid. Dia menyampaikan sistem pemerintahan di Jakarta sejak zaman penjajahan Belanda adalah pemerintahan tunggal. Dengan kondisi itu, segala kebijakan diatur di tingkat provinsi, dari yang awalnya dipimpin Wali Kota hingga sekarang menjadi Gubernur.

Dia menyinggung bakal bertabrakan regulasi jika setiap wilayah administratif Jakarta dipimpin wali kota. Sebab, ia membayangkan jika pemerintah pusat melimpahkan kewenangan ke daerah tingkat dua. Kata dia, masing-masing wali kota di Jakarta diyakini bisa membentuk Peraturan Daerah (Perda) yang berpotensi tidak saling selaras.

"Anda bisa bayangkan kalau sudut daerah itu kabupaten dan kota masing-masing otonomi, beda-beda Perda-nya. Nah, ini yang mungkin harus dipikirkan dampaknya itu, menguntungkan atau tidak. Kalau (Jakarta) itu dibuat seperti persis provinsi yang lain," tuturnya.

Menurutnya, setiap ada isu pemekaran daerah atau perubahan administratif biasanya yang semangat adalah orang parpol.

"Saya punya pengalaman dengan pemekaran daerah itu yang paling semangat adalah parpol, begitu daerah dibuka maka lapangan pekerjaan terbuka lagi kan karena ada lagi DPRD," ujarnya.

Ryaas meyakini pemerintah pusat juga akan bahas secara mendalam jika ingin ada pelimpahan kewenangan kepada pemerintahan tingkat dua. Meski demikian, ia setuju Jakarta harus tetap jadi provinsi karena merujuk sejarah Jakarta.

"Tidak mungkin Anda hilangkan historis karena itu sudah terpatok, masa Jakarta turun kelas? Kan naik kelas juga tidak mungkin karena tak mungkin menjadi negara. Kalau Jakarta tetap daerah provinsi statusnya, apakah itu khusus atau istilah lainnya maka ide mengenai kota otonom itu masih bisa diselamatkan," tutur Ryaas.

"Karena tidak mungkin kan ada kota otonom, tanpa provinsinya. Masak orientasi kepada Provinsi Banten atau Jawa Barat, iu tidak mungkin karena menjadi pelecehan terhadap sejarah," katanya.

Adapun Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan pemindahan IKN memiliki agenda besar terkait masa depan Indonesia. Menurutnya, Jakarta secara perlahan tak kuat menahan beban pertumbuhan. Sebab, dari jumlah penduduk dan pembangunan terus semakin meningkat.

Doli menyebut pemindahan IKN juga telah direncanakan oleh para pemimpin bangsa atau kepala negara sebelumnya.

"Isu pindah Ibu Kota ini sudah pernah di-sounding (diinformasikan) oleh pemimpin negara. Sebelumnya, pak Soekarno dulu pernah mencetuskan ide Ibu Kota di Palangkaraya, Pak Soeharto juga berpikir pernah untuk pindah Jakarta ke Jonggol, Pak Susilo Bambang pernah menyampaikan opsi pemindahan IKN baru," ujarnya.

Dia bilang dengan pemindahan IKN jadi bagian tak terpisahkan untuk melakukan percepatan pemerataan pembangunan. Menurutnya, meski tak lagi menyandang status IKN, Jakarta tak akan kekurangan apapun bahkan memiliki peluang untuk kembali menata yang belum dimaksimalkan.

"Bahkan ada peluang untuk menata kembali Jakarta menjadi lebih baik dari hal-hal yang selama ini dianggap belum baik. Atau Jakarta bisa menjadi provinsi umum lainnya di mana jabatan wali kota dan bupati jadi jabatan politik," tutur Doli. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya