Kritik Keras Kenaikan Harga BBM, BHS: Dampaknya Multi Sektoral

Bambang Haryo Soekartono atau BHS
Sumber :
  • Dok. Bambang Haryo

VIVA – Pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) memberlakukan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax mulai 1 April 2022. Kebijakan ini menuai kritik karena dikhawatirkan akan membebani ekonomi masyarakat di tengah pandemi COVID-19.

Jelang Hari Raya Idul Fitri, Persediaan BBM di Bali Masih Aman

Politikus Gerindra sekaligus Ketua Harian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono atau BHS menilai kenaikan harga BBM memiliki dampak multi sektoral sehingga membebani ekonomi masyarakat.

Dia menyinggung, amanat pasal 33 UUD 1945 bahwa campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga BBM mestinya jadi kewenangan yang mengutamakan asas perlindungan rakyat. Bukan sebaliknya, malah menyengsarakan rakyat.

Gerindra Ragu PDIP Bakal Oposisi, Bambang Pacul: Suka-suka Dia

Menurutnya, pemerintah saat ini bisa bercermin di era sebelumnya mulai zaman Presiden Soeharto sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kata dia, era Soeharto harga BBM mulai 1980 sampai dengan 1990 sebesar Rp150 perliter. Harga itu sama persis dengan di Arab Saudi. 

"Pada 1998 keadaan krisis moneter, dolar AS capai Rp16.000 lebih, harga BBM oktan 90 pada waktu itu terpaksa dinaikkan dari Rp700 perliter jadi Rp1.200 perliter. Dan, pemerintahan Presiden Habibie turunkan kembali harga BBM jadi Rp600 perliter," kata BHS, dalam keterangannya yang dikutip pada Senin, 4 April 2022.

Rencana Megawati Bertemu Prabowo, Puan: Insya Allah

Proses pengisian avtur ke pesawat/Bisnis aviasi Pertamina

Photo :
  • Pertamina

Dia melanjutkan, era Presiden Abdurahman Wahid alias Gusdur juga sempat menurunkan harga BBM pada kurun waktu tahun 2000 dari Rp1.000 perliter jadi Rp600 perliter. Bahkan, era pemerintahan SBY sempat menurunkan tarif pada 2008 dari Rp5.500 perliter jadi Rp4.500 perliter. Pun, dalam 10 tahun hanya terjadi satu kali kenaikan pada tahun 2013.

"Itupun diprotes keras oleh masyarakat dan para elit politik. Padahal, ada alasan terkait harga minyak dunia naik dan terakumulasi tinggi di tahun 2008 sampai 2013 sebesar 145 dolar AS per barel," jelas eks Anggota omisi V DPR tersebut.

Kemudian, ia mengkritik era Pemerintahan Jokowi, hanya dalam jangka 5 tahun sudah terjadi kenaikan BBM beberapa kali. Padahal, harga minyak mentah dunia pernah turun sangat rendah mencapai di bawah 30 dolar AS per barel pada 2016. 

Menurutnya, harga itu bertahan bahkan menurun pada 2020 mencapai 11 dolar AS per barel. Kondisi itu membuat harga minyak mentah dunia terendah sepanjang sejarah.

Dia menyebut untuk harga minyak ron 98 di Arab Saudi 0,2 dolar AS atau Rp2.800 perliter. Sementara, di Indonesia tetap bertengger Rp9.800 perliter.

"Seharusnya di Indonesia harga BBM tak lebih dari Rp4.000 perliter. Karena harga minyak dunia yang mendasari harga BBM di Indonesia disebabkan mengimpor 100 persen dari beberapa negara totalnya 10,59 juta ton, 40 persen dari Arab Saudi, 29 persen dari Nigeria dan 14 persen dari Australia" ujar Anggota Dewan Pakar Partai Gerindra itu.

Perbandingan dengan negara lain

BHS membandingkan dengan negara Malaysia yang juga impor 100 persen dari luar negeri yaitu dari Singapura, China, Arab Saudi, UEA dan Indonesia. Harga BBM di bulan Maret di Malaysia untuk Ron 95 sebesar 2,05 ringgit atau Rp6.972, Ron 97 sebesar 3,91 ringgit atau Rp13.297, disel 2,85 ringgit atau Rp7.312.

Namun, untuk transportasi publik dan logistik pemerintah Malaysia menyediakan bahan bakar gas yang murah sebesar 1,19 ringgit atau Rp4.057 perliter. 

"Ini berbanding terbalik dengan Indonesia saat ini. Walaupun kita menghasilkan minyak mentah dunia yang terbesar di Asia Tenggara dan gasnya bisa dikatakan terbesar di Asia, semestinya harga BBM bisa jauh lebih murah dari yang dijual saat ini dengan sistem barter," kata BHS.

Kemudian, ia menyandingkan lagi dengan kondisi di Venezuela yaitu Ron 95 sebesar 0,1 bolivar atau Rp3.283, Iran untuk oktan 95 sebesar 15 ribu rial atau Rp5.100 , Kuwait Ron 91 sebesar 0.085 dinar atau Rp4.014

"Terlihat Indonesia termasuk negara penghasil energi fosil dan bio energi terbesar yang menerapkan harga BBM ke masyarakat sangat tinggi," tuturnya.

Bagi dia, hal itu jadi kemerosotan pembangunan ekonomi nasional. Apalagi BBM subsidi premium oleh pemerintahan sebelumnya jadi andalan daripada transportasi publik dan logistik di Indonesia justru dihilangkan.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya