Jokowi Larang Menteri Bicara 3 Periode, Peneliti BRIN: Bisa Reshuffle

Ilustrasi jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi Soebhan mengatakan Presiden Joko Widodo memiliki hak prerogratif untuk memberhentikan atau melakukan reshuffle Menteri Kabinet Indonesia Maju jika masih ada yang sibuk mengusulkan penundaan pemilu 2024.

Setelah Megawati, Habib Rizieq Shihab Hingga Din Syamsuddin Ajukan jadi Amicus Curiae ke MK

“Hak Presiden juga sih (untuk reshuffle), kan ini dunia politik ada ruang aktor politik, seorang Presiden mempertimbangkan baik buruk satu hal,” kata Syafuan saat dihubungi VIVA pada Sabtu, 9 April 2022.

Secara regulasi, kata dia, memang tidak ada yang mengatur menteri bisa diberhentikan karena menyampaikan aspirasi penundaan Pemilu 2024. Namun, Presiden Jokowi memiliki hak prerogratif untuk mengangkat dan memberhentikan pembantunya di Kabinet Indonesia Maju.

“Kalau Presiden menyatakan itu tidak bisa kerja sama, gara-gara pernyataan (penundaan pemilu) tersebut (menteri) tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Pasti ada pertimbangan-pertimbangan reshuffle, terutama kinerja agenda besar program Presiden,” jelas dia.

Jokowi Sempat Malu karena Indonesia Belum Jadi Anggota Penuh FATF

Menurut dia, Presiden Jokowi tampaknya sudah lelah dengan polemik penundaan Pemilu 2024 dan masa jabatan Presiden RI ditambah 3 periode. Karena, kata dia, banyak agenda pemerintahan yang terganggu gara-gara polemik tersebut.

“Jangan sampai Presiden Jokowi diakhir jabatannya mendapat stigma otoriter, tidak taat konstitusi. Presiden sadar betul untuk menyelesaikan jabatannya dengan baik sesuai konstitusi. Beliau tidak mau meninggalkan legacy warisan bahwa dia tidak taat konstitusi,” ujarnya.

Tim Hukum Anies-Cak Imin Optimis Gugatan Soal Hasil Pilpres 2024 di MK Bisa Dikabulkan

Di samping itu, Syafuan mengatakan sebenarnya yang bisa melakukan perubahan terhadap masa jabatan Presiden Republik Indonesia itu lembaga legislatif yakni MPR/DPR. Dengan demikian, ia menilai menteri tidak memiliki kapasitas untuk menyampaikan hal tersebut.

“Harus jelas posisi dia apa. Kalau sebagai menteri eksekutif, dia harus tau etika politik bahwa birokrasi harus netral, pejabat publik harus bisa membedakan mana jabatan politik dan jabatan teknokratis. Presiden pasti melihat apakah pernyataannya ini sebagai menteri, warga negara atau jabatan organisasi politik. Jadi harus disclaimer sebenarnya, biar publik juga tidak bingung,” ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo tegas menyampaikan kepada para menterinya untuk lebih memiliki sense of crisis kepada masyarakat dalam sidang kabinet di Istana Negara pada hari Selasa, 5 April 2022.

Menurut dia, para menteri harus mampu melakukan komunikasi ke rakyat dibalik setiap kebijakan yang diambil. Para menteri, lanjut Jokowi, harus mampu menjelaskan kepada masyarakat mengenai apa yang terjadi di dunia saat ini. Dia meminta agar para menteri menjelaskan langkah yang diambil Pemerintah.

“Sekali lagi jelaskan situasi global yang sedang sangat sulit, sampaikan dengan bahasa rakyat dan langkah-langkah yang sudah diambil pemerintah itu apa dalam menghadapi krisis dan kenaikan inflasi," kata Jokowi pada Rabu, 6 April 2022.

Jokowi meminta para menteri jangan menimbulkan polemik dalam kondisi sulit seperti sekarang ini. Para menteri diminta Presiden harus fokus bekerja untuk rakyat dan harus menyingkirkan hal lain seperti salah satunya hal yang bersifat politik.

"Jangan menimbulkan polemik di masyarakat. Fokus kepada bekerja dalam penanganan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi," ujarnya.

Jokowi meminta para menteri berhenti berpolemik mengenai pemilu. Sekarang semuanya harus fokus bekerja untuk rakyat. "Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan lagi mengenai urusan penundaan, urusan perpanjangan, ndak," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya