Legislator PAN Ungkap Kemungkinan Awal Mei 50 Juta Vaksin Kadaluarsa

Ilustrasi vaksin untuk anak
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Kornelis Kaha

VIVA – Kementerian kesehatan (Kemenkes) diminta untuk memperhatikan masa kadaluarsa vaksin. Sebab, dalam rapat terakhir dengan Kemenkes, Biofarma, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pekan lalu dilaporkan adanya vaksin yang sudah kadaluarsa.

Yandri Klaim Seluruh DPW dan DPD PAN Ingin Zulhas Kembali Ketua Umum

Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan demikian karena jumlah vaksin yang kadaluarsa tidak sedikit. Dia menyebit 19,3 juta dosis vaksin kadaluarsa. Selain itu, diperkirakan pada April dan awal Mei, vaksin kadaluarsa bisa mencapai 50 juta dosis, bahkan lebih.

"Anehnya, vaksin kadaluarsa itu diperiksa kembali oleh BPOM. Lalu, diperpanjang masa waktu berlakunya. Yang semestinya sudah kadaluarsa, ada yang diperpanjang dan diperbolehkan untuk disuntikkan lagi," kata Saleh, dalam keterangannya yang dikutip pada Jumat, 29 April 2022.

Penyakit Menular Arbovirosis Jadi Ancaman Baru, Menkes Budi: Lakukan 5 Hal Ini untuk Menanganinya

Dia menyampaikan dengan persoalan itu banyak pertanyaan dari Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan. Ia menyoroti masalah kadaluarsa tapi bisa diperpanjang.

"Kalau memang bisa diperpanjang, mengapa ada masa kadaluarsa. Dengan perpanjagan itu, definisi kadaluarsa (expired date) menjadi kabur dan tidak jelas?" tutur Ketua Fraksi PAN di DPR itu.

Prabowo Bertemu Cak Imin, PAN: Jangan Langsung Artikan PKB Sudah Pasti Gabung
Anggota DPR & Ketua Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay.

Anggota DPR & Ketua Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay.

Photo :
  • Dok. DPR.

Pun, ia menyampaikan agar Kemenkes juga bisa menghindari penggunaan vaksin yang sudah kadaluarsa. Menurut dia, harus dipastikan vaksin yang diberikan kepada masyarakat merupakan dosis terbaik dan sesuai ketentuan.

“Dalam logika awam, bagaimana pun vaksin kadaluarsa pastilah memiliki risiko tertentu,” kata legislator asal Sumut tersebut.

Kemudian, Saleh juga meminta agar Kemenkes selektif dalam menerima hibah dan membeli vaksin. Penerimaan hibah dan pembelian vaksin pasti menggunakan APBN dengan anggaran yang tidak sedikit. 

Dia menyoroti hal itu karena sampai sejauh ini, biaya pembelian vaksin sudah mencapai lebih dari Rp32 Triliun. Angka ini menurut Saleh belum termasuk biaya handling dan distribusi vaksin hibah. 

Dia mengatakan, kalau ada yang kadaluarsa dan tidak terpakai, tentu akan ada kerugian negara yang cukup besar.

"Kemenkes mau tidak mau harus selektif. Selain untuk menghindari kadaluarsa, kemenkes juga harus memilih dan membeli vaksin halal. Pengadaan vaksin halal ini adalah amanat dari putusan judicial review di MA,” ujarnya.

Bagi dia, jika mau menerima hibah, Kemenkes harus memastikan dulu masa kadaluarsanya masih lama. Lalu, vaksin hibah itu juga sebaiknya halal. Pun, kalau mau beli, dipastikan juga halal dan dipilih yang masa kadaluarsanya lama.

Dengan begitu, kata dia, kebutuhan vaksin halal bisa terpenuhi dan waktu untuk menyuntikkannya cukup. Tentu semua itu harus didasarkan pada ketentuan pelaksanaan vaksinasi sebagaimana diarahkan oleh para ahli epidemolog.

"Karena ada putusan MA, sudah semestinya kemenkes tidak menerima hibah vaksin non-halal. Harus tegas dan cepat mengadakan vaksin halal,” kata Saleh.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya