Moratorium Ekspor Sawit Dicabut, Politisi PDIP: Memang Sudah Saatnya

Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDIP Deddy Yevri Hanteru Sitorus
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut keputusan larangan ekspor minyak goreng/sawit, terhitung mulai Senin pekan depan. Keputusan itu dinilai sudah tepat.

5 Negara yang Pasok Senjata Terbesar ke Israel untuk Lawan Iran, AS Jadi yang Terbesar

Itu dikemukakan anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus. Menurutnya, keputusan Presiden Jokowi mencabut kebijakan penghentian sementara (moratorium) ekspor CPO dan turunannya, harus diapresiasi.

“Menurut saya memang sudah saatnya, saat ini sudah banyak pabrik pengolahan sawit atau PKS yang tutup karena sudah tidak mempunyai tangki penyimpanan produk CPO sehingga sawit rakyat membusuk di lapangan,” kata Deddy dalam keterangan persnya,Kamis 19 Mei 2022.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Deddy yang juga anggota dari Fraksi PDIP ini, sejak Jokowi memutuskan moratorium itu, ia sudah menolaknya. Sebab menurutnya itu justru merugikan petani kecil. Keputusan pemerintah itu akhirnya mendapat protes dari para petani, hingga pada Kamis tadi Presiden Jokowi memutuskan membuka kembali keran ekspor minyak goreng dan crude palm oil (CPO) 

Lebih lanjut dijelaskannya, moratorium ekspor ini memang tidak mungkin dilakukan terlalu lama. Karena rakyat petani di bawah adalah kelompok yang paling terpukul atas kebijakan itu. Moratorium membuat PKS menghentikan pembelian tandan buah segera (TBS) yang diproduksi petani skala kecil. Kalaupun dibeli, harganya jatuh hingga lebih dari 50 persen. 

PDIP Harus Ambil Langkah Taktis jadi Oposisi Prabowo, Jangan Tersandera Hak Angket

“Padahal itu sumber penghasilan utama petani rakyat,” ujarnya.

Moratorium juga, lanjut anggota dari Dapil Kalimantan Utara itu, membuat petani kesulitan membeli pupuk dan pestida. Sedangkan harganya sudah melonjak tajam. Maka jika moratorium dibiarkan terlalu lama, menurut Deddy, produktivitas petani tahun depan akan melorot jauh dan bisa memicu kelangkaan lagi di tahun berikutnya.

“Apalagi jika petani memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga seperti bank, kredit angkutan, dan lainnya. Oleh karena itu, saya sangat menyambut baik pencabutan moratorium ekspor sawit ini,” ujarnya.

Pasca pencabutan ini, Deddy berharap pemerintah sudah menyiapkan strategi dan kebijakan jangka panjang untuk memastikan masalah kelangkaan dan harga yang terlalu tinggi. Antisipasi perlu agar tidak terulang di masa yang akan datang. 

“Menurut saya, kuncinya ada di hulu, yaitu  pada penetapan harga TBS dan CPO khusus untuk minyak curah dan kemasan sederhana yang menjadi konsumsi rakyat kecil,” terangnya. 

Untuk itu pemerintah harus memberlakukan kembali kebijakan Donestic Market Obligation (DMO) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) terpadu untuk menjamin tersedianya pasokan secara terus menerus. 

“Mudah-mudahan pemerintah sudah punya solusi terkait masalah pasokan ini, jantungnya ada di sana. Jika pemerintah memberlakukan kembali DMO dan HET, maka syaratnya adalah penguasaan pemerintah terhadap CPO dan minyak goreng tersebut agar tidak terjadi manipulasi, spekulasi dan penyeludupan. Jadi pemerintah harus menguasai barangnya," jelasnya.

Lebih lanjut dijelaskan Deddy, khusus untuk minyak goreng curah dan kemasan sederhana hasil DMO, juga harus dalam penguasaan atau pengawasan ketat pemerintah. Jika dilepas ke pasar, maka akan kembali rentan terhadap manipulasi, spekulasi dan penyeludupan. 

“Pemerintah bisa menugaskan BUMN dan BUMD atau koperasi atau swasta yang terverifikasi untuk menyalurkan kepada pengusaha kecil, pasar tradisional atau konsumen masyarakat bawah,” kata Deddy.

Menurutnya, pengurutan tata niaga dan distribusi CPO dan turunannya dikembalikan kepada Kementerian Perdagangan sesuai perintah UU Perdagangan dan UU Pangan. Dirinya juga berharap agar Badan Ketahanan Pangan ditugaskan menjadi pengawas dari seluruh rantai pasok sawit dan turunannya. Termasuk untuk komoditas-komoditas penting lainnya.

“Maka itu, Semoga perbaikan tata niaga dan rantai pasok dilakukan secara fundamental, jika tidak akan sia-sia. Sudah puluhan triliun uang yang berputar didalam industri sawit dan produk turunannya terbuang percuma, jangan sampai tidak ada perbaikan yang signifikan,” kata Deddy. 

“Saya juga menitip kepada pemerintah agar penegakan hukum dilakukan secara transparan dan adil, tidak saja kepada pengusaha sawit yang nakal, tetapi juga para spekulan dan pelaku penyeludupan serta pabrik yang memainkan sawit produksi rakyat,” lanjutnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya