Tolak Gugatan soal PT, Rocky Gerung: MK Itu Mahkamah Kedunguan!

Pengamat politik Rocky Gerung
Sumber :
  • Dok. PKS

VIVA Politik – Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang selalu menolak gugatan masyarakat sampai partai politik mengenai ambang batas pencalonan atau Presidential Threshold (PT) dianggap semakin menunjukkan bahwa MK tidak faham filosofi konstitusi. 

Yusril Cs Bakal Menghadap Prabowo Malam Ini, Lapor Hasil Sengketa Pilpres di MK

Begitu dikatakan Pengamat Politik dari UI Rocky Gerung dalam Dialog Kebangsaan DPR RI bertajuk "Peran DPD RI dalam Percaturan Pemimpin Bangsa" di Lobby Gedung DPD RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 7 Juli 2022.

“Kalau DPD ditolak, saya sudah dua kali maju ditolak, Anggota DPR Fahira ditolak juga tuh, partai politik sudah pernah ditolak, dengan alasan yang sama, “kalian tidak punya legal standing”. Sekarang saya tanya, legal standing MK untuk menolak legal standing kami apa? Apa legal standing MK?” kata Rocky Gerung.

Gibran: Terima Kasih Pak Ganjar dan Pak Anies

Rocky Gerung (viva.co.id)

Photo :
  • U-Report

Rocky Gerung menuturkan, sekitar tahun 1596 ditulislah satu traktat yang namanya Franco-Gallia yang ditulis oleh Francois Hotman orang Prancis yang bermukim di Italy. Dalam naskah Naskah Franco-Gallia tersebut pertama kali kata “konstitusi” dipakai. 

Dedi Mulyadi Tegaskan Prabowo-Gibran Menang Bukan karena Bansos: Semoga No Debat!

“Apa itu konstitusi? Konstitusi adalah hak untuk membunuh raja. Kenapa? Karena raja mengklaim dapat hak untuk memerintah dari wahyu ilahi,” kata Rocky. 

Setelah 200 tahun berikutnya, lanjut Rocky, dibuktikanlah secara jelas bahwa klaim raja itu omong kosong. Sekitar bulan Juli 1789 silam di alu-alun Kota Paris ada rakyat yang menenteng kepala raja Louis XIV, si raja yang mengklaim bahwa mahkotanya tidak mungkin lepas dari kepalanya karena itu dipasangkan langsung oleh Tuhan. 

“Terus kata rakyat, ini buktinya nih, bahkan kepalamu pun saya bisa lepaskan dari tubuhmu (Raja Louis XIV) dengan pisau guillotine,” kata Rocky. 

“Dari situ kita paham yang disebut kedaulatan rakyat. Hak untuk membunuh raja,” ujarnya menambahkan. 

Sementara itu, peradaban modern kemudian menganggap bahwa hal itu berbahaya. Oleh karena itu, kalau rakyat kecewa dan kesal dengan raja, tidak lagi dibunuh, melainkan datang ke Mahkamah Konstitusi, dan mengajukan gugatan yang namanya Judicial Review (JR). 

“Jadi kalau MK masih menganggap bahwa kalian rakyat tidak punya legal standing, baca sejarah konstitusi. Justru legal standing itu yang berdarah-darah dalam revolusi Prancis itu!” Kata Rocky Gerung. 

Selain itu, Rocky juga menyebut dalam sejarah masyarakat Jawa pun sudah diterangkan ihwal konstitusi dan JR. Kalau rakyat terhina oleh suatu kebijakan, dia berhak untuk jemur diri di depan alun-alun Istana. 

“Lalu rajanya keluar bertanya ada apa, kenapa ribut-ribut, lalu golongan pujangga itu bilang mereka protes tuan raja. Raja bilang oke, kalau begitu kita ganti,” kata Rocky bercerita.

Pada zaman itu memang tak dikenal dengan JR. Tetapi itu merupakan JR juga karena rakyat ingin memberitahu bahwa ada kebijakan yang tidak bagus disampaikan kepada raja melalui JR. 

“Raja Jawa bilang oke. Raja Bima, Raja Sulsel juga bilang begitu. Jadi, ada tradisi local wisdom untuk mendengar suara rakyat,” kata Ahli Filsafat dari UI ini. 

Atas dasar itu, Rocky menyebut MK ahistoris saat menutup diri dari gugatan rakyat, termasuk soal Presidential Threshold 20 persen yang dianggap bertentangan dengan demokrasi. Bahkan, Rocky menyebut MK merupakan akronim dari Mahkamah Kedunguan (MK) karena tidak pernah mendengarkan suara rakyat. 

“Sekarang MK menutup hak kita bahkan untuk berbicara. Kita cuma minta beri kami kesempatan untuk kami mendalilkan kami di dalam Mahkamah, belum sempat sudah ‘anda gak punya hak, anda gak punya legal standing’, lho saya mau memilih? Bahwa MK buta huruf tentang filosofi dari konstitusi,” kata Rocky Gerung. 

Ditambahkan Rocky, sebetulnya MK pun diberi semacam diskresi moral untuk “mengintip” potensi penyalahgunaan kekuasaan, yang itu namanya Judicial Activism. Di seluruh dunia, Mahkamah Konstitusi itu membuka mata, hati, dan otaknya untuk mendeteksi hal tersebut. 

Ditegaskan Rocky, Judicial Review itu hak rakyat untuk minta review. Judicial Activism itu hak MK untuk nguping problem-problem yang membahayakan konstitusi. 

“Jadi, di mana otak MK kalau dia enggak faham bahwa dia justru menjadi mulia karena dia diberikan hak untuk memantau menguping keadaan rakyat. Ini dia gak mau nguping bahkan, lah rakyat bicara aja bahkan dia gak mau didenger apalagi mau nguping. Jadi itu kedunguan dari Mahkamah Konstitusi,”

“Makhamah Kedunguan (MK). Saya mau dalilkan ini, saya mau bertengkar dengan semua hakim yang di situ tuh, buka forum, kita debat habis-habisan, dari sejarah intelektual konstitusi sampai konsekuensi dari mahkamah yang berubah jadi Mahkamah Konstipasi (MK) ngeden aja!” imbuhnya. 

Sebelumya, MK memutuskan menolak gugatan DPD RI terkait Pasal 222 UU Pemilu tentang ambang batas pencalonan atau Presidential Threshold (PT) dalam perkara Nomor 52/PUU-XX/2022. MK menilai DPD RI tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara tersebut.  

Dalam perkara yang sama, MK menerima kedudukan hukum Partai Bulan Bintang (PBB), namun dalam amar putusannya, MK menolak permohonan PBB untuk seluruhnya. MK tetap pada pendapatnya, bahwa Pasal 222 UU Pemilu Konstitusional dan mengenai angka ambang batas yang ditetapkan merupakan open legal policy policy (kewenangan pembuat Undang-Undang).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya