DPR-Pemerintah Segera Respons Putusan MK soal Legalisasi Ganja Medis

Anggota DPR dari Fraksi Nasdem Taufik Basari
Sumber :
  • VIVA/Eduward Ambarita

VIVA – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem Taufik Basari mengatakan pihaknya dan pemerintah akan segera merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai ketentuan legalisasi ganja untuk keperluan medis.

Mekanisme Sidang Sengketa Pileg 2024, MK Bagi 3 Panel Hakim

Menurut Taufik, MK menyebut bahwa legalisasi ganja tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy yang menjadi kewenangan pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.

"Saya berpandangan, Pemerintah dan DPR wajib menindaklanjuti pertimbangan Putusan MK tersebut dengan menjadikan materi tentang pemanfaatan ganja sebagai layanan kesehatan atau terapi dalam pembahasan revisi UU Narkotika yang sedang berlangsung," kata Taufik kepada wartawan, Kamis, 21 Juli 2022.

Hakim Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Kode Etik Meski Punya Jabatan di Asosiasi Pengajar HTN

Taufik mengatakan, terdapat dua hal penting yang perlu diperhatikan DPR dan pemerintah dalam putusan MK Nomor 106/PUU-XVIII/2020 tentang uji materi Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) UU Narkotika. Pertama, kebijakan narkotika khususnya dalam hal narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau terapi, MK menyatakan hal tersebut merupakan kewenangan pembentuk undang-undang atau open legal policy.

Daun ganja.

Photo :
  • The Texas Tribune
PSI Ajukan 10 Gugatan Hasil Pileg, MK Pastikan Anwar Usman Tak Ikut Tangani

Kedua, kata politikus Partai Nasdem itu, MK menegaskan agar pemerintah segera menindaklanjuti putusan tersebut khususnya berkenaan dengan pengkajian dan penelitian jenis narkotika golongan I untuk keperluan pelayanan kesehatan dan/atau terapi. Hasil penelitian tersebut dapat digunakan dalam menentukan kebijakan, termasuk dalam hal ini dimungkinkannya perubahan undang-undang oleh pembentuk undang-undang guna mengakomodir kebutuhan dimaksud.

"MK memberikan penekanan pada kata 'segera' dalam putusannya dengan memberikan huruf tebal menunjukkan urgensi terhadap hasil pengkajian yang dilakukan pemerintah," kata Taufik.

Konvensi tentang narkotika

Dalam pengkajian tersebut, Taufik pun menyarankan agar pemerintah juga merujuk pada kajian yang telah ada di tingkat internasional termasuk kajian dari Expert Committee on Drugs Dependence (ECDD). Pasalnya, Tahun 2019, ECDD merekomendasikan kepada the Commission on Narcotics Drugs (CND) yang dibentuk UN Ecosoc dan WHO agar menjadikan cannabis atau ganja sebagai golongan narkotika yang dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan.

"Rekomendasi itu mengubah Convention on Narcotics Drugs tahun 1961 dan telah disetujui melalui mekanisme voting di CND. Dengan demikian, kajian dapat dilakukan dengan segera sesuai penegasan putusan MK," kata Taufik.

Taufik mengatakan, pembahasan materi legalisasi ganja untuk medis pada revisi UU Narkotika akan dilakukan pengaturan yang komprehensif merujuk pada pertimbangan hukum Putusan MK. Pelarangan, pengendalian dan pemanfaatan narkotika jenis tertentu untuk kepentingan medis, menurutnya, dapat dimuat normanya dalam UU.

"Sementara ketentuan teknis lainnya dapat diatur dalam aturan turunannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang terus berjalan. Dengan begitu maka beberapa narkotika yang memiliki sifat ketergantungan tinggi tetap bisa dikontrol dengan ketat sembari dimanfaatkan untuk pelayanan Kesehatan dengan mekanisme yang ketat pula," ujarnya.

Masalah kemanusiaan

Masalah yang dihadapi para pemohon uji materil di MK, terutama Santi Warastuti dan Dwi Pertiwi serta peristiwa yang pernah dialami Fidelis beberapa tahun lalu, katanya mengingatkan merupakan masalah kemanusiaan. Bahkan, kata dia, penggunaan ganja untuk kebutuhan terapi mungkin juga banyak yang membutuhkan sehingga perlu dicarikan solusi dan jalan keluarnya.

Gedung Mahkamah Konstitusi/ist

Photo :
  • vstory

"Karena itu langkah segera pasca Putusan MK ini harus dilakukan dengan tetap berpikiran terbuka dan berpedoman pada perkembangan ilmu pengetahuan," imbuhnya.

MK menolak

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Uji materi tersebut berkaitan dengan penggunaan ganja medis untuk kesehatan.

"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima. Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan dalam siaran daring, Rabu, 20 Juli 2022.

Dalam pertimbangannya, MK menilai tidak berwenang mengadili materi yang dimohonkan, karena hal itu bagian dari kebijakan terbuka atau open legal policy pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah. MK juga meminta dilakukan pengkajian secara mendalam apakah benar ganja memang bisa digunakan untuk medis.

Uji materi ini diajukan Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, Nafiah Murhayanti Perkumpulan Rumah Cemara, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat atau Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM).

Para pemohon dalam permohonannya meminta MK mengubah Pasal 6 ayat (1) UU Narkotika agar memperbolehkan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan medis atau ganja untuk medis. Mereka juga meminta MK untuk menyatakan Pasal 8 ayat (1) inkonstitusional. Pasal itu berisi larangan penggunaan narkotika golongan I untuk kepentingan kesehatan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya