Jawab Adian Napitupulu, Demokrat: Pembenaran Kebijakan Tak Pro Rakyat

Bendera Partai Demokrat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

VIVA Politik – Partai Demokrat membalas pernyataan anggota DPR yang juga politisi PDIP Adian Napitupulu, terkait sikap partai yang menolak kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM. Jawaban Adian, dinilai hanya narasi pembenaran atas kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat.

Itu disampaikan Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani, yang memberi tanggapan atas pernyataan Adian Napitupulu yang meminta Partai Demokrat untuk “belajar matematika dan sejarah” terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). 

Kamhar mengatakan bahwa memperjuangkan kepentingan rakyat itu bukan soal matematika, tapi filsafat dan ideologi. Menurut Kamhar, argumentasi yang disampaikan Adian merupakan bentuk penyesatan yang sekaligus menunjukan dirinya sama sekali tak memiliki empati terhadap penderitaan rakyat. 

Kamhar mengatakan, pikiran semacam itu seharusnya dibuang jauh-jauh dalam dari seorang wakil rakyat. Semestinya Adian selaku legislator, memikirkan nasib konstituen dan rakyat yang diwakilinya sedang kesusahan akibat kebijakan kenaikan BBM ini. 

Bukan mereduksi persoalan pada utak-atik angka-angka, di tengah kesulitan rakyat yang ekonominya belum sepenuhnya pulih akibat terpaan badai COVID-19, kemahalan sembako, kenaikan TDL (tarif dasar listrik). Juga belum hilang bekas dan jejak kemahalan minyak goreng, tiba-tiba dihadapkan lagi pada situasi kenaikan harga BBM.

Apalagi data yang disajikan menjadikan upah minimum DKI sebagai acuan kemampuan menenggang biaya kemahalan, menurutnya jelas tidak sebanding dengan daerah-daerah lain yang sebagian besar UMP-nya di bawah DKI. 

“Jadi ini sekedar narasi yang dibungkus dengan angka-angka untuk memberikan pembenaran terhadap kebijakan yang tak pro rakyat,” kata Kamhar dalam keterangannya diterima awak media, Jumat, 9 september 2022.

“Apalagi kebijakan ini diambil tatkala harga minyak dunia telah menunjukkan trend penurunan,” kata dia menegaskan.

3 Faktor Pemicu Approval Rating Jokowi Masih Tinggi Versi Survei LSI

Era SBY dan Jokowi 

Presiden Jokowi terima SBY saat di Istana Negara, beberapa waktu lalu.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Setpres/Cahyo Bruri Sasmito
Hasto PDIP Jawab Tudingan Jadi Penghambat Pertemuan Jokowi-Megawati

Kamhar mengatakan, era Presiden Jokowi sama sekali berbeda dengan konteks yang dihadapi pemerintahan SBY yang memilih menaikan harga karena APBN terancam jebol akibat lonjakan harga minyak dunia yang teramat tinggi, jauh dari asumsi APBN. 

Ketika kebijakan pahit tersebut ditempuh, disiapkan kebijakan kompensasi untuk menjaga daya beli dan meringankan beban rakyat. Itu pun dikritik habis-habisan oleh elit-elit PDIP, termasuk Jokowi yang saat itu menjabat Gubernur DKI. Tapi jelas dia, kebijakan kompensasi ini juga ternyata digunakan oleh Presiden Jokowi. 

Bahlil Yakin Jokowi Mau Bertemu dengan Megawati: Tidak Perlu Grasah Grusuh

“Bisa dibilang, sebenarnya kritik pada masa itu hanya sekedar asal bunyi tanpa memahami persoalaan demi mengejar popularitas dan simpati publik,” ujarnya. 

Menurut Kamhar, beda dengan situasi sekarang, itu pun ketika harga minyak dunia mengalami penurunan, maka segera dilakukan koreksi kebijakan untuk menurunkan harga. 

“Yang sekarang malah saat harga dunia sedang turun, harga dalam negeri dinaikkan hanya untuk mengejar anggaran pembangunan IKN, Kereta Cepat dan infrastruktur non prioritas,” ujarnya. 

Selain itu, dimasa pemerintahan SBY gaji PNS/ASN, gaji guru, gaji TNI/Polri setiap tahunnya juga dinaikkan dan pengangkatan 1,1 orang tenaga honerer menjadi PNS juga membuat daya beli masyarakat jauh lebih kuat menenggang kenaikan harga BBM. 

Belum lagi, jelas dia, begitu banyak paket pekerjaan yang bersumber dari belanja pemerintah yang bisa dikerjakan. Ada istilah bahkan kontraktor level kecamatan dan desa pun dapat pekerjaan di masa itu. 

“Jauh berbeda dengan keadaan di masa pemerintahan sekarang. Rakyat lagi sulit-sulitnya kembali dijejali beban kenaikan harga BBM,” kata Kamhar. 

Pembubaran Petral

Kamhar menambahakan, adapun argumentasi Adian Napitupulu tentang pemberantasan mafia migas dengan membubarkan Petral, ternyata juga tidak memberi dampak yang signifikan pada perbaikan kebijakan dibidang energi. 

“Patut diduga hanya ganti casing namun praktek yang sama tetap terjadi,” ujarnya.

Apalagi, sambungnya, jika menagih janji kampanye Jokowi yang akan membuat Pertamina mengalahkan Petronas. Malahan, lanjut dia, warga Malaysia bisa membeli Pertamax RON 95 hanya seharga Rp 6.793 per liter, lebih murah dibandingkan dengan harga BBM subsidi pertalite seharga Rp 10.000 per liter dan jauh lebih murah lagi jika dibanding produk Pertamina non subsidi yang bahkan kualitasnya lebih rendah Pertamax RON 92 seharga Rp 14.500 per liter.

Lanjut Kamhar, tumpukan utang pemerintahan sekarang tertinggi sepanjang sejarah republik ini berdiri. 

“Jadi sebaiknya Bung Adian lebih cermat dalam membuat pernyataan. Jika tak mampu memperjuangkan aspirasi rakyat agar BBM tak naik, setidaknya tak membuat pernyataan yang mendesepsi publik. Pembangunan untuk manusia, bukan manusia untuk pembangunan. Filosofi ini mesti dipahami Bung Adian Napitupulu agar jati dirinya yang berlatarbelakang aktivis mahasiswa tak sepenuhnya hilang oleh kekuasaan,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya