Disuruh Belajar Matematika, Demokrat Lawan Data Adian Soal Harga BBM

Ilustrasi Partai Demokrat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA Politik – Sekretaris Bakomstra DPP Partai Demokrat, Hendri Teja beraksi terhadap tulisan politikus PDIP Adian Napitupulu yang meminta kader Demokrat belajar matematika dan sejarah dulu, sebelum demo kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM. Hendri menyebut pemaparan Adian harus diluruskan, karena banyak penyesatan logika. 

Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024, Konsumsi Pertamax Series Naik 9 Persen

Pertama, kata Hendri, Adian mestinya crosscheck data. Kenaikan BBM era Presiden SBY (2004-2009 dan 2009-2014) sangat tergantung harga minyak mentah dunia. Jika harga minyak mentah dunia naik, maka harga BBM naik, dan begitu sebaliknya. 

Politikus PDIP sekaligus Aktivis 98, Adian Napitupulu

Photo :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Gempuran Iran ke Israel Bisa Picu Perang Dunia, Intip Dampaknya ke Bursa, Rupiah, hingga Komoditas

“Makanya, era SBY pernah menurunkan harga BBM premium hingga Rp 4.500 ketika harga minyak mentah dunia turun. Sementara pada Juli 2018, ketika harga minyak mentah dunia meroket sampai US$ 128,08 per barel, SBY mampu mempertahankan harga BBM Premium diangka Rp 6.000,” kata Hendri dalam keterangannya, Jumat, 9 September 2022.

Hendri lantas membandingkan dengan era Jokowi yang mematok harga BBM pertalite pada kisaran Rp 7.450 - Rp 8.400 pada 2015-2018, padahal saat itu harga minyak dunia sedang anjlok. Misalnya, kata dia, pada Januari 2016, harga minyak mentah dunia jatuh ke titik terendah yaitu US$ 27,02 per barel, tapi harga BBM pertalite tetap dipatok Rp 7.900. 

Bicara Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM dan LPG, Dirjen Migas: Tidak Perlu Direspons Segera

“Bisa anda bayangkan? Harga minyak mentah dunia lebih murah US$ 100 dollar dari era SBY, tapi harga BBM era Jokowi justru lebih mahal Rp 1.900,” ujarnya.

Kedua, terang Hendri, jika mengacu pada UMP Jakarta 2013, ketika Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan ngotot menolak kenaikan BBM, pemerintahan SBY telah menetapkan peraturan terkait kebutuhan hidup layak sehingga UMP 2012 ke 2013 bisa naik 44 %. 

“Bandingkan dengan kenaikan BBM tahun ini di mana UMP Jakarta 2022 cuma tumbuh 0,8 % dari 2021. Tragisnya, setelah Anies merevisi UMP 2022 Jakarta sebesar 5,1 %, dia malah digugat ke pengadilan,” kata Hendri.

Demokrat Pertanyakan Efek Pembubaran Petral

Ketiga, Hendri mempertanyakan maksud Adian membangga-banggakan pembubaran Petral. Untuk diketahui, Petral dibubarkan di tahun pertama Jokowi menjadi Presiden RI periode 2014-2019.

“Bukankah Pertamina masih merugi? Bukankah Progam BBM 1 harga gagal? Bukankah harga BBM tetap mahal ketika harga minyak mentah dunia turun, tetapi naik ketika harga minyak mentah dunia naik? Jadi, apa sebenarnya dampak pembubaran Petral terhadap turunnya harga BBM? Enggak tampak juga kan?” jelasnya.

Keempat, Hendri merasa bingung, sebab Adian mengaitkan pembangunan jalan tol sebagai indikator kesuksesan seorang Jokowi. “Bukankah mestinya ini jadi indikator kesuksesan Dirut BUMN Jasa Marga? Indikator kesuksesan Presidennya mestinya beyond itu dong. Bukankah maksud pembangunan jalan tol ini demi tujuan ekonomi, agar biaya logistik murah?” kata Hendri.

Faktanya, sambung Hendri, hingga hari ini biaya logistik Indonesia masih yang termahal di ASEAN. Hendri juga menyinggung soal alasan pengangkutan logistik via darat yang sangat mahal. 

“Mestinya, jika yang dikembangkan adalah tol laut, satu janji Jokowi yang juga belum jelas realisasinya. Namun, menurut Faisal Basri, hari ini hanya sekitar 10 % saja logistik di Indonesia yang diangkut lewat laut,” ujarnya.

Dari penjelasan tersebut, tekan Hendri, maka era Jokowi sesungguhnya merupakan era tergerusnya keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. 

“Tragis memang. Pasalnya, Jokowi dicitrakan sebagai petugas partai dari PDIP, yang selama ini mengklaim sebagai partai wong cilik. Bahkan PDIP sempat mengorganisasi unjuk rasa, menangis bombay, serta menolak BLT dan BSLM ketika harga BBM dinaikan tipis-tipis pada era SBY,” kata Hendri. 

Hendri menyarankan agar Adian bisa lebih telisik membaca data dan catatan sejarah. Sehingga tidak terjebak menjadi pendukung pemerintah yang membabi buta.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya