Muhammadiyah: Pro dan Antipolitik Identitas Pun Bahkan Jadi Benih Pertengkaran Baru

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di Malang, Senin, 2 September 2019.
Sumber :
  • VIVAnews/ Lucky Aditya.

VIVA Politik – Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan politik harus menjadi pilar persatuan dan bukan faktor pemecah belah. Bahkan, politik penting diletakkan di atas jiwa 'Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan' sebagaimana nilai sila keempat Pancasila.

Diduga Ada Penggelembungan Suara, Caleg Golkar Sarim Saefudin Cari Keadilan

Guru Besar Sosiologi itu, melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Jumat, 28 Oktober 2022, mengajak semua pihak untuk kembali merenungkan pesan luhur Sumpah Pemuda yang bersejarah untuk menguatkan persatuan.

Menurut Haedar, tidak ada yang salah dengan perbedaan pilihan politik. Perbedaan pilihan politik merupakan tanda hidupnya demokrasi dan kebinekaan dalam berbangsa dan bernegara.

PDIP Blacklist Bobby Nasution di Pilkada Sumatera Utara

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

Photo :
  • Dok. PP Muhammadiyah

Perbedaan pilihan politik akan menjadi masalah apabila disertai sikap pemutlakan menang-kalah, yang menimbulkan sikap politik yang keras dan ekstrem. Pada titik itulah, menurutnya, politik menjadi virus pemecah dan bukan pemersatu bangsa.

Apple Kirim Peringatan ke 92 Negara

Haedar manilai politik identitas sejatinya tidak menjadi masalah karena setiap orang atau kelompok terikat dengan identitas mengikuti hukum Homo sapiens.

Tetapi, masalah akan terjadi jika politik identitas berdasarkan agama, suku, ras, dan ideologi disalahgunakan dengan cara dan paham yang radikal-ekstrem. "Pro dan antipolitik identitas pun bahkan menjadi benih pertengkaran baru sesama anak bangsa yang muaranya saling membelah," ujarnya.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir Source : Republika

Photo :
  • republika

Ia pun meminta semua pihak untuk mengingat kembali pentingnya merajut persatuan menuju Indonesia Berkemajuan.

Tidak bisa dimungkiri, katanya, bahwa fakta sejarah menunjukkan bangsa Indonesia sebagai negara yang majemuk baik dalam aspek agama, suku, ras dan golongan. Kemajemukan tersebut kemudian dibungkus dengan semboyan pemersatu bangsa, Bhinneka Tunggal Ika.

"Berbeda-beda tetapi satu, serta satu dalam keberbedaan. Dengan jiwa Bhinneka Tunggal Ika itulah bangsa Indonesia memiliki daya hidup untuk tetap bersatu dalam keragaman, meski proses yang dijalaninya sarat suka dan duka," ujar Haedar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya