Menteri Nyapres Hanya Perlu Izin Presiden Dikritik, Partai Garuda Merespons

Wakil Ketua Umum DPP Partai Garuda Teddy Gusnaidi.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Politik - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materiil Partai Garuda soal menteri mau jadi capres atau cawapres tak perlu mundur dari jabatannya mendapatkan kritikan. MK menyatakan menteri yang nyapres cukup izin cuti dari Presiden.

Sekjen PKS: Kalau Pak Prabowo Datang Kita Akan Beri Karpet Merah Sebagai Presiden Pemenang

Wakil Ketua Umum DPP Partai Garuda Teddy Gusnaidi merespons kritikan yang dilontarkan LSM dan salah satu partai politik atau parpol. Dia menekankan dengan putusan MK, maka menteri seperti kepala daerah yang tak perlu mundur tapi perlu izin Presiden.

Teddy heran dengan alasan LSM yang mengkritik menteri nyapres maka bisa ganggu kerja Presiden. Lalu, dari suara parpol menyebut bisa terjadi penyalahgunaan kewenangan.

Tom Lembong Pilih Setia di Gerakan Perubahan: Saya Satu Paket dengan Anies Baswedan

"Maka dapat saya dipastikan, mereka sama sekali tidak membaca UU Pemilu dan UU ASN. Kenapa? Karena kalau mereka membaca, maka tidak akan ada pandangan seperti itu," kata Teddy, dalam keterangannya, Kamis, 3 November 2022.

Ilustrasi Petugas KPPS menunjukkan surat suara pemilihan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang sudah tercoblos di Pilpres 2019.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Anies soal Tawaran Jadi Menteri di Kabinet Prabowo: Belum Ada yang Ngajak

Dia menjelaskan meski ada putusan MK tapi para menteri dan pejabat setingkat menteri saat mau kampanye mereka harus cuti. Menteri yang bersangkutan juga dilarang kampanye di luar dari masa kampanye. 

"Kalau kerja mereka terpublikasi, bukankah hal itu sudah terpublikasi sejak awal mereka menjadi menteri? Apakah itu dinamakan kampanye? Tentu tidak," jelas Teddy.

Pun, dia menambahkan saat ini ada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Dalam UU itu, ia menekankan ada aturan para menteri tidak boleh memanfaatkan ASN untuk mengkampanyekan diri mereka. 

"Jadi, kalau nekat memanfaatkan ASN, maka akan ada sanksinya, sama seperti di UU Pemilu. Laporkan saja jika memiliki bukti terjadi penyalahgunaan kewenangan," tutur Teddy.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa definisi dan teknis kampanye sudah diatur dalam UU Pemilu. Dengan demikian, kerja sebagai menteri yang terpublikasi sejak awal tidak bisa dituduh sebagai kampanye. 

"Ini akibatnya jika tidak membaca dan memahami, yang dikedepankan hanya kecurigaan tanpa memiliki dasar sama sekali," tuturnya.

Teddy menyindir dengan mengibaratkan petahana Calon Presiden atau petahana calon kepala daerah jika mengikuti pola pikir LSM dan parpol yang mengkritik. 

"Maka mereka harus berhenti atau malah tidak boleh mencalonkan lagi dengan alasan akan mengganggu kinerja dan terjadinya penyalahgunaan kewenangan," ujarnya. 

Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kiri) dan Suhartoyo (kanan) saat mengikuti sidang putusan.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

MK memutuskan perkara Nomor 68/PUU-XX/2022 menyangkut pengujian materiil Pasal 170 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Uji materiil itu diajukan Partai Garuda. 

Hakim konstitusi MK Arief Hidayat menyebut syarat pengunduran diri bagi menteri yang dicalonkan parpol sebagai capres atau cawapres mesti mundur sudah tak lagi relevan.

Arief mengatakan jabatan menteri atau setingkat menteri merupakan bagian rumpun kekuasaan eksekutif yang dibawahi presiden. Menurutnya, demi kepastian hukum dan stabilitas serta keberlangsungan pemerintahan, menteri atau pejabat setingkat menteri tak mesti mundur jika maju capres atau cawapres.

"Menteri atau pejabat setingkat menteri harus mendapat persetujuan, izin, cuti dari Presiden," kata Arief, saat membacakan putusan MK, Senin, 31 Oktober 2022.

Meski demikian, putusan MK itu dikritik pakar hukum tata negara hingga LSM. Salah satunya Indonesia Corruption Watch (ICW) yang meminta sikap tegas Jokowi soal menteri nyapres. Menurut ICW, Jokowi seharusnya segera mencoret atau mengganti menteri yang mau nyapres.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya