Terima Masukan Jelang HUT ke-50, PDIP Tegaskan Rasa Cinta Rakyat Harus Dijaga

Jelang HUT ke-50, PDIP Terima Masukan dari Opinion Leaders
Sumber :
  • PDI Perjuangan

VIVA Politik – PDIP akan merayakan HUT ke-50 pada 10 Januari 2023 mendatang. Untuk itu, partai besutan Megawati Soekarnoputri ini, menerima berbagai masukan dari berbagai opinion leaders. Itu dikemas dalam Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis 5 Januari 2023.

Amnesty International Sebut Pelanggaran HAM di RI Semakin Buruk, Aparat Paling Banyak Terlibat

Hadir Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto. Serta para Ketua DPP PDIP seperti Ahmad Basarah, Tri Rismaharini, Djarot Saiful Hidayat, Yasona Laoly, Rudianto Tjen, Sukur Nababan, dan Mindo Sianipar. 

Lalu ada Ketua Dewan Pakar Balitpus PDIP Sonny Keraf, Anggota DPR PDIP Andreas Pareira dan Deddy Yevri Sitorus. Serta Sekjen dan Ketua DPP TMP Restu Hapsari serta Hanjaya Setiawan.

KPU Ungkap Alasan Abaikan Permintaan PDIP Tunda Penetapan Prabowo

Adapun opinion leader yang ikut memberi masukan yakni Fachry Ali, Ubeidilah Badrun, Airlangga Pribadi Kusman, Philip J Vermonte, Yudi Latif, Adi Prayitno, Arya Fernandez, Pangi Syarwi Chaniago.

“Usia ke-50 tahun ini PDI Perjuangan melakukan kritik dan otokritik, mendengarkan masukan para pakar, agar bisa lebih mantap di dalam melakukan pelembagaan partai, memperkuat komitmen pada wong cilik dan juga tanggung jawab bagi masa depan. Itulah motivasi utama pertemuan ini,” jelas Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

PDIP Gugat KPU ke PTUN, Ganjar: Tugas Saya dan Pak Mahfud Berakhir Usai Putusan MK

Dengan kehadiran para opinion leaders ini, PDIP ignin mendapat masukan dan tentu kritikan. Ini penting, untuk koprah partai ke depannya, terlebih lagi dalam menyambut Pemilu 2024 dan Indonesia Emas 2045.

Seperti Fachry Ali, yang melihat bahwa modal paling besar bagi PDIP adalah budaya yang berkembang di tengah masyarakat, yakni simpati di hati sanubari masyarakat terhadap partai berlambang kepala banteng itu. Dia mengaku, rasa itu telah terbangun sejak era Bung Karno. Kemudian dilanjutkan oleh Megawati meski dalam tekanan Orde Baru.

“Hal ini penting untuk dikemukakan karena pada pemilu 2004 saat PDIP kalah, modal cultural itu disia-siakan,” kata Fachry Ali.

Menurut dia, kewaspadaan yang harus dipegang adalah kutukan kekuasaan. Maka ketika berkuasa, menjaga rasa cinta rakyat harus tetap dilakukan, karena menurut dia itu modal terkuat partai politik.

Modal lainnya menurut Fachry bahwa PDIP adalah partai politik yang bisa disebut sebagai pahlawan demokrasi

“Yakni ketika Mbak Mega menolak gagasan pemunduran pemilu dan menolak gagasan 3 periode presidensi,” imbuh Fachry Ali.

Dan jelang umur 50 tahun, PDIP terlihat selalu bergerak secara konstitusional dan minus manuver politik. Karenanya dia menyarankan PDIP agar lebih sering melakukan manuver politik.

“Terkesan PDIP selalu defensif, yang sebenarnya dalam konteks berpolitik, itu kurang positif. Dalam konteks visi misi Presiden nanti, sikap defensif PDIP ini menurut saya harus dihilangkan dulu,” kata Fachry Ali.

Sedangkan Connie Rahakundini Bakrie, menilai sebagai parpol terbesar di Indonesia, PDIP punya peran yang terbilang strategis dalam menentukan arah masa depan bangsa Indonesia. 

Dia mencontohkan, bisa merubah paradigma pertahanan dan diplomasi politik luar negeri Indonesia. Dimana dari yang saat ini defensif menjadi lebih ofensif.

“Saya percaya PDIP mampu mewujudkan organisasi politik yang solid, punya bilai, dan teguh memegang ideologinya untuk membawa Indonesia maju sebagai negara yang kuat,” kata Connie.

Sedangkan Yudi Latif, menyoroti tantangan global yang harus benar-benar dipahami dan penting. Dia menyebut adalah diverse democracy, seluruh masyarakat demokrasi dunia tergagap meresponsnya.

Tantangan selanjutnya menurut dia, adalah stagnasi dan krisis ekonomi di dalam situasi kesenjangan ekonomi yang lebar. Dalam situasi seperti itu, menurutnya butuh empati dan solidaritas tinggi. Tetapi saat ini yang berkembang justru saling benci dan menyangkal.

Selanjutnya menurut dia, adalah mengembangkan kemajuan peradaban dalam konteks global order yang juga ramah terhadap perubahan ekosistem lingkungan global. Yudi Latif mengatakan, bagaimana teknologi dunia yang semakin maju tapi juga tetap harus bisa harmoni dengan lingkungan.

Bagi Yudi, sebenarnya semua tantangan global itu sudah direspons oleh Pancasila. Tapi dia menyayangkan, banyak pihak yang tidak menyadari soal Pancasila dan justru berkiblat kepada demokrasi model AS, misalnya.

“PDIP adalah jangkar atau pasak bumi bagaimana mengembangkan demokrasi dalam masyarakat multikultur. Cara Indonesia selesaikan masalah keragaman, misalnya. Maka masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim bersedia memberikan hak yang sama kepada minoritas,” urai Yudi Latif.

“Saya melihat modal dasar itu belakangan tergerus karena munculnya politik identitas akibat pengaruh global. Sehingga bagaimana ke depan kita kendalikan tendensi eksplosif politik identitas dan PDIP ada terdepan menyangkut masalah itu,” tegas Yudi Latif.

Sementara Philip Vermonte, menyinggung perlunya PDIP menjadi pelopor penguatan kapasitas kader partai. Terutama kader-kader yang yang akan duduk di posisi strategis kenegaraan, khususnya di Parlemen.

Sekolah Partai yang digagas PDIP menurutnya bagus. Namun Philip melihat bahwa di DPR, kerapkali 4 fungsi parlemen yang ada tak maksimal dilaksanakan karena expertise yang kurang mumpuni. Hal ini disebabkan hubungan parpol dengan ahli, atau hubungan scientist dengan politisi dan pejabat pemerintahan di Indonesia, relatif miskin.

“Sehingga kerap keputusan politik pemerintahan dikritisi. Kalau parpol tak profesional dengan 4 fungsi DPR itu, maka politik hanya akan dianggap menghasilkan hal buruk. Maka ke depan, bagaimana empat fungsi itu diperkuat melalui profesionalisasi di kader parpol sehingga mereka bisa menjalankan fungsinya dengan profesional,” kata Philips.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya