DPR Tunggu Langkah Konkrit Usai Pemerintah Akui 12 Pelanggaran HAM Berat

Muhaimin Iskandar
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA Politik – Wakil Ketua DPR RI, Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, memberikan apresiasi kepada Presiden Joko Widodo. Setelah mengakui adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu, dan berjanji tidak akan terulang lagi ke depannya. 

DPR Tolak Iuran Pariwisata Dibebankan ke Industri Penerbangan, Tiket Pesawat Bisa Makin Mahal

Cak Imin mengatakan, selama puluhan tahun, negara mengabaikan peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu tersebut.

"Sebagai sesama anak bangsa, saya tentu mengapresiasi pemerintah dibawah kepemimpinan Pak Jokowi yang mengakui 12 pelanggaran HAM berat, ini adalah tuntutan korban yang sudah lama mencari keadilan," kata Cak Imin dalam keterangannya diterima awak media, Jumat, 13 Januari 2023.

DPR Segera Panggil KPU, Bahas Evaluasi Pemilu hingga Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Menurut dia, pengakuan pemerintah tersebut sesuai dengan amanat Reformasi 1998. Ia pun menanti langkah konkret pemerintah usai mengakui 12 tragedi yang merenggut ribuan nyawa itu sebagai pelanggaran HAM berat. 

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), itu berharap tragedi HAM di Indonesia tidak kembali terulang. Baik yang sifatnya biasa maupun berat. Menurut Pimpinan DPR Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) itu, Indonesia harus tumbuh dan maju beriringan dengan penegakan HAM bagi setiap warganya. 

Isu Partai Rival Gabung Dukung Prabowo, Sangap Surbakti Khawatir Bisa Jadi Duri dalam Daging

"Bahkan bagian terpenting dari amanat Reformasi. Pemerintah setelah mengakui, diikuti dengan tindakan nyata untuk memenuhi HAM para korban. Semoga tidak ada lagi kejadian yang serupa. Karena Indonesia harus tumbuh dan maju seiring dengan tegaknya perlindungan dan pemenuhan HAM setiap warga negara," kata Legislator Dapil Jawa Timur VIII itu.

Adapun 12 pelanggaran HAM berat yang diakui oleh pemerintah adalah Peristiwa 1965-1966 yang terkait dengan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI), Tragedi Penembakan Misterius (Petrus) 1983-1985, Tragedi Talangsari, Tragedi Rumah Geudong selama masa konflik Aceh 1989-1998, Tragedi Penghilangan Paksa terhadap Aktivis Pro-Demokrasi 1997-1998 dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Selanjutnya, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998, Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi 1998, Tragedi Simpang KKA di Aceh 1999, Tragedi Wasior terkait penyerbuan warga sipil di Papua 2001, Peristiwa Wamena 2003, dan Tragedi Jambu Keupok di Aceh Selatan 2003. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya