Sekjen Gerindra: NU Bukan Organisasi Partai Politik, Jadi Harus Netral

Sekjen Gerindra Ahmad Muzani
Sumber :
  • Istimewa

VIVA Politik – Partai Gerindra mendukung peringatan Pengurus Besar NU supaya NU tak dibawa-bawa ke politik praktis termasuk kontestasi Pilpres 2024. Gerindra menyatakan, NU sudah selayaknya netral dalam pesta demokrasi 2024.

Sudaryono Minta Semua Pihak Hormati Putusan MK soal Sengketa Pilpres

"Saya kira pernyataan itu bagus karena NU kan bukan organisasi partai politik, jadi harus netral," kata Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani dikutip Selasa, 24 Januari 2024. 

Muzani menilai, kunjungan Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto ke para kiai bukan dalam rangka politik praktis. Kunjungan itu lebih pada silaturahmi dan membicarakan upaya-upaya untuk kesejahteraan masyarakat.

KPU Tetapkan Presiden dan Wapres Terpilih pada 24 April 2024

Peserta memanjatkan doa ketika mengikuti Harlah ke-73 Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), doa bersama untuk keselamatan bangsa dan maulidrrasul di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Karena itu, terang Muzani, NU harus mengambil jarak yang sama dengan kekuatan politik yang ada. "Harus menjaga jarak yang sama dengan kekuatan partai politik, saya kira baik, bagus," kata Muzani.

Dissenting Opinion, Hakim MK Saldi Isra Minta Pemungutan Suara Ulang Pilpres 2024

Sebelumnya, Pengurus Besar NU mengingatkan para tokoh agama, seperti kiai dan para istri kiai di lingkungan pesantren untuk tidak terlibat politik praktis.

"Kiai atau istri para kiai tugasnya mendidik secara mendalam tentang pengetahuan keislaman. Tidak tepat jika tugas kiai malah dimanfaatkan untuk tujuan pendek apalagi sekadar menjadi juru kampanye," kata Ketua Pengurus Besar NU Ishfah Abidal Aziz di Jakarta, Rabu pekan lalu.

Abidal Aziz mengatakan, kiai atau istri kiai memiliki tugas luhur dalam mencetak generasi bangsa yang berpendidikan sekaligus berakhlak mulia, seperti di lingkungan pesantren, peran kiai adalah mengasuh dan mengajar santri serta mendidik agar mereka bisa menjadi pribadi yang mandiri.

Dua siswa Sekolah Menengah Atas memperhatikan gambar partai politik peserta pemilu 2019 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat, Bandung, beberapa waktu lalu (Foto ilustrasi)

Photo :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Menurut Ishfah, memanfaatkan kiai dalam percaturan politik praktis justru mengerdilkan peran strategis para tokoh dan pemuka agama. Di sisi lain, ada tugas lebih besar yang diembannya baik dalam pendidikan ataupun dakwah.

"Seperti di tengah masyarakat peran kiai benar-benar menjadi teladan, mendamaikan ketika terjadi perselisihan, memberikan pencerahan, dan menjadi solusi terhadap problematika umat," ujarnya.

Untuk itu Ishfah meminta partai politik maupun politisi dan berbagai pihak untuk mengedepankan cara-cara berpolitik yang bersih serta menjunjung tinggi etika. PBNU mendorong tokoh agama seperti kiai sama sekali tidak terlibat politik praktis.

Dia berharap pihak-pihak yang berniat memanfaatkan para kiai atau istri kiai dan tokoh agama berpikir jernih dan tidak hanya untuk tujuan kepentingan politik pendek. Selain mendegradasi tugas utama tokoh agama, hal itu rawan memicu kegaduhan di tengah masyarakat.

Sebaliknya, kata dia, PBNU berharap para kiai menjadi garda terdepan menebarkan nilai-nilai kedamaian.

"Sangat rawan sekali jika kiai atau ibu nyai terjun ke politik sulit untuk lepas dari potensi pemanfaatan politik identitas keagamaan, termasuk membawa-bawa bendera ormas," ujarnya.

Ia menyinggung keputusan Nahdlatul Ulama (NU) yang kembali ke Khitah 1926 di mana organisasi itu dengan tegas mengembalikan perjuangan, seperti saat awal didirikan yakni dakwah keagamaan dan sosial kemasyarakatan.

"Tegas sekali tujuan NU bukan untuk melanggengkan politik praktis apalagi menggunakan organisasi untuk tujuan politik tersebut," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya