Tolak Proporsional Terbuka, Hasto Soroti Ideologi Partai Politik yang Tereduksi

Hasto hingga Burhanuddin Muhtadi di Seminar Pelembagaan Partai
Sumber :
  • PDI Perjuangan

VIVA Politik – Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, memaparkan bagaimana tantangan partai politik saat ini dan ke depan. Termasuk tantangan dalam membangun kepercayaan masyarakat. Maka mereka mengusulkan adanya upaya perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka saat ini, menjadi proporsional tertutup

Alasan PDIP Absen saat Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Terpilih

Hasto yang juga mahasiswa program doktoral Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, cukup senang kalau PDIP dianggap punya party id atau kedekatan masyarakat terhadap partainya, yang paling baik. Serta paling positif dalam pelembagaan partai. Tetapi secara total angka party id seluruh partai politik sangat rendah, yakni hanya 6,8 persen. 

Maka di sinilah menurutnya persoalan. Sebab party id menjadi tereduksi oleh elektoral individu. Padahal kebanyakan individu itu tidak membawa idiologi partai.

KPU Ungkap Alasan Abaikan Permintaan PDIP Tunda Penetapan Prabowo

“Ini tolak ukurnya kepuasannya sangat rendah. Ya di satu sisi ini tantangan buat parpol untuk membangun trust. Dan di sisi lain, ini salah satu sebabnya liberalisasi politik, dan juga sistem proporsional terbuka yang menyebabkan party id tereduksi oleh elektoral individual-individual yang seringkali tidak membawa platform dan ideologi parpol. Maka sikap PDI Perjuangan mendorong untuk proporsional tertutup,” kata Hasto, Kamis 26 Januari 2023.

Itu disampaikannya menjawab wartawan di sela Seminar Nasional bertema “Pelembagaan Partai dan Kepemimpinan Strategis Nasional” yang dilaksanakan oleh Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni) bersama Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG), Pascasarjana UI di Hotel Savoy Homann, Bandung, Kamis 26 Januari 2023. Pembicara lain juga hadir Burhanuddin Muhtadi dan Ketua Kaprodi SKSG Dr. A.Hanief Saka Ghafur.

PDIP Gugat KPU ke PTUN, Ganjar: Tugas Saya dan Pak Mahfud Berakhir Usai Putusan MK

Itulah yang membuat PDIP juga mengusulkan proporsional tertutup. Jika sistem ini digunakan, jelas dia, maka yang hendak ke legislatif hingga menjadi pemimpinnnya, akan dipersiapkan oleh partai. Tidak sekedar berbekal populer, tetapi juga paham soal legislasi hingga anggaran.

“Partai punya tanggung jawab terhadap kepentingan bangsa dan negara. Kepentingan partai tidak bisa terlepas dari kepentingan rakyat itu. Kita melihat pendidikan kita tertinggal, maka partai memberikan sentuhan bagaimana politik pendidikan yang mencerdaskan anak bangsa. Ini harus dijawab juga oleh partai melalui kebijakan-kebijakan politiknya,” jelas Hasto.

Sedangkan pakar politik yang juga Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menjelaskan party id yang semakin menurun ada kaitannya dengan perubahan sistem pemilu Indonesia

Sejak awal Reformasi 1999, menggunakan sistem proporsional tertutup, party id masih 80 persen. Ketika proporsional terbuka digunakan di Pemilu 2009, tingkat kedekatan partai dengan pemilih menurun hingga 20-an persen.

“Pertanyaannya kenapa? Karena dalam proporsional tertutup itu yang bertarung adalah partai, karena orang nyoblos partai. Tapi dalam sistem proporsional terbuka, itu aktor atau pemainnya bukan hanya partai, tapi caleg-calegnya pun bertarung. Dan ketika para caleg bertarung, tidak ada insentif untuk mempromosikan ideologi partai,” jelas Burhanuddin.

“Kenapa? Karena caleg dalam satu partai pun bertarung satu sama lain. Yang terjadi adalah kapitalisasi. Uang menjadi sangat penting untuk membedakan antara satu caleg dengan caleg lainnya dalam satu partai. Akhirnya orang tak bicara platform partai. Itu yang membuat publik makin jauh dengan ideologi partai,” lanjutnya menjelaskan.

Proporsional tertutup juga diakuinya, punya kelemahan. Maka dia mengusulkan mix proporsional system. Yakni satu formula dimana kelebihan proporsional tertutup dan kelebihan proporsional terbuka disatukan.

Dia merinci model Jerman, yang punya 299 dapil. Setiap pemilih diberi dua kertas suara. Satu untuk memilih partai, dan satu kertas untuk memilih caleg.

“Kenapa dua? Satu buat kader partai bisa masuk melalui jalur partai. Tetapi untuk kedaulatan pemilih, mereka diberi peluang untuk memperebutkan caleg. Di Jerman, ini cukup sukses mengurangi jumlah partai dan mengurangi jumlah politik uang secara masif,” katanya.

Sedangkan mengenai proses institusionalasi partai di Indonesia, yang ternyata punya pengaruh baik untuk elektabilitas parpol. Riset pihaknya menemukan, partai yang serius melakukan institusionalisasi cenderung memiliki elektabilitas yang baik.

“Kita tanya masyarakat mana partai yang serius melakukan institusionalisasi partai maka itu PDI Perjuangan yang paling tinggi. Kedua Gerindra, ketiga Golkar, keempat Demokrat, kelima PKS. Mereka yang masuk 5 besar dengan kelembagaan partai, ternyata paralel dengan elektabilitas partai saat ini. 5 besar partai dengan elektabilitas tertinggi saat ini, dengan 5 besar partai dengan kelembagaan partai yang kuat, itu sama susunannya,” jelasnya.

“Artinya kalau partai-partai serius memperbaiki kelembagaan partainya, maka juga akan mendapat insentif elektoral,”.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya