SBY Kritisi Wacana Pemilu Tertutup: Bagaimana Jika Putusan MK Keliru?

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono
Sumber :
  • Twitter Ossy Dermawan @OssyDermawan

VIVA Politik - Wacana Pemilu 2024 kembali memberlakukan proporsional tertutup dari terbuka dapat sorotan dari Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu punya catatan terhadap wacana tersebut.

Langkah Prabowo Larang Pendukung Demo di MK Dinilai Bisa Jaga Kesejukan Demokrasi

Dia menyampaikan saat ini proses persiapan menuju Pemilu 2024 sudah dimulai merujuk tahapan yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). SBY menyoroti jika di tengah perjalanan, perencanaan dan persiapan yang sudah dilakukan dengan baik tapi tiba-tiba dirubah karena ada aturan yang sangat fundamental.

"Ini tentu dengan asumsi bahwa MK akan memutuskan sistem proporsional tertutup yang mesti dianut dalam pemilu 2024 yang tengah berjalan saat ini," kata SBY dalam tulisan di akun Facebook-nya yang dikutip pada Minggu malam, 19 Februari 2023.

Demokrat Munculkan Nama Dede Yusuf untuk Pilkada Jakarta 2024

SBY mempertanyakan apakah saat ini di tengah proses pemilu berlangsung, ada kegentingan negara sehingga sistem pemilu mesti diganti. Dia mencontohkan kegentingan itu seperti negara dalam situasi krisis tahun 1998 sehingga sistem pemilu mesti diganti di tengah jalan. 

Baca Juga: Ketua KPU: Ada Kemungkinan, Pemilu 2024 Kembali ke Sistem Proporsional Tertutup

Khawatir Ada Aksi saat Putusan Sengketa Pilpres, TKN Siapkan Satgas Khusus

Dia bilang mengubah sistem amat dimungkinkan. Namun, menurut dia, saat masa 'tenang', bagus jika dilakukan perembugan bersama ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Sangat mungkin sistem pemilu Indonesia bisa kita sempurnakan, karena saya juga melihat sejumlah elemen yang perlu ditata lebih baik. Namun, janganlah upaya penyempurnaannya hanya bergerak dari terbuka, tertutup semata," jelas SBY.

Pun, dia menambahkan dalam dalam tatanan kehidupan bernegara yang baik dan demokrasi sehat, ada semacam konvensi baik yang bersifat tertulis maupun tidak. Maksud SBY adalah bila hendak melakukan perubahan yang bersifat fundamental menyangkut konstitusi seperti sistem pemilu maka pada hakikatnya rakyat sebaiknya diajak bicara atau dilibatkan. 

Kata dia, pelibatan itu bisa dengan menggunakan sistem referendum yang formal maupun jajak pendapat yang tak terlalu formal. Menurut SBY, lembaga-lembaga negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif tak boleh begitu saja menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.

SBY mengingatkan agar lembaga-lembaga negara tak melakukan perubahan sangat mendasar yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat secara keseluruhan. Dia berpandangan, mengubah sistem pemilu bukan keputusan dan bukan kebijakan atau policy biasa.

"Bagaimanapun rakyat perlu diajak bicara. Kita harus membuka diri dan mau mendengar pandangan pihak lain, utamanya rakyat. Mengatakan itu urusan saya dan saya yang punya kuasa, untuk semua urusan, tentu tidaklah bijak," lanjut SBY. 

Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono

Photo :
  • Akun Youtube Susilo Bambang Yudhoyono

Bagi dia, cara itu tak sesuai dengan nilai Pancasila yang dianut RI. Dia menyampaikan ada consensus building yang sering diwujudkan dalam musyawarah untuk mufakat, berdialog dan berembuk. Bagi dia, nilai-nilai itu yang diwariskan para pendiri republik dahulu. 

Kemudian, SBY mengaku mempelajari secara mendalam terkait cerdas dan arifnya para pendiri bangsa atau founding fathers seperti Soekarno, Mohammad Hatta, hingga Soepomo bersedia untuk berembuk dan saling mendengar merumuskan dasar-dasar negara Republik Indonesia.

Namun, SBY dalam tulisannya itu mengaku tak ingin menyampaikan pikiran mana yang paling tepat antara sistem proporsional tertutup dengan terbuka. Meski, ia punya pandangan dan pemikiran.

Dia menegaskan perkara besar yang tengah ditangani MK soal wacana proporsional tertutup ini adalah isu fundamental. "Hakikatnya salah satu fundamental consensus dalam perjalanan kita sebagai bangsa. Apalagi, putusan MK bersifat final dan mengikat," tuturnya.

SBY mencemaskan jika nanti MK memutuskan kekeliruan dan jadi sejarah yang tercatat.

"Bagaimana jika putusan MK itu keliru? Tentu bukan sejarah seperti itu yang diinginkan oleh MK, maupun generasi bangsa saat ini," ujarnya.

SBY paham jika ada mungkin ada yang bicara seperti melontarkan tidak ada yang tidak bisa diubah di negeri ini. "Konstitusi pun bisa saja diubah. Demikian juga sistem pemilu. Pendapat demikian tidaklah salah, dan saya pun amat mengerti," ujar SBY.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya