Demokrat Bali: Dari Aspek Hukum Posisi AHY Sangat Kuat, Sepatutnya MA Tolak PK Moeldoko Cs

AHY bersama Hamdan Zoelva serta elite DPP Demokrat.
Sumber :
  • Twitter @AgusYudhoyono

VIVA Politik - Elite Partai Demokrat ramai-ramai menggugat novum atau bukti baru dalam upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Moeldoko Cs ke Mahkamah Agung (MA).

Apple Kirim Peringatan ke 92 Negara

Secara nasional pengajuan kontra memori dilakukan pengurus Partai Demokrat mulai tingkat Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Partai Demokrat Provinsi Bali mengajukan surat tersebut melalui Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, Senin, 3 April 2023.

Ketua DPD Partai Demokrat Bali I Made Mudarta mengatakan, dasar kontra memori itu merujuk novum yang diajukan Moeldoko. Padahal, novum versi Moeldoko sudah jadi bukti dalam sidang di PTUN Jakarta pada 2021 lalu.

Prabowo Silaturahmi ke SBY di Cikeas, Demokrat: Pertemuan Konstruktif 2 Negarawan

"Ini rangkaian dari KLB ilegal yang dilakukan oleh KSP Moeldoko di Deli Serdang. Pada 3 Maret 2021 kemarin, KSP Moeldoko melakukan PK ke Mahkamah Agung berkaitan keputusan PTUN permohonan KSP Moeldoko, begitu juga banding dan kasasi ditolak," kata Mudarta di Denpasar, Senin, 3 April 2023.

Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan (KSP)

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa
Bunyi Ceramah Khatib di Bantul yang Viral soal Pemilu Curang Picu Jemaah Salat Id Bubar

Mudarta mengatakan, empat novum diajukan Moeldoko dalam upaya hukum PK. Namun, pihaknya membantah kalau seluruh novum itu merupakan bukti baru. "Itu hanya dalih saja," ujarnya.

Pun, dia menekelaskan empat novum yang diajukan itu adalah, dokumen berupa berita media massa yang dipersepsikan bahwa AD/ART PD 2020 dibahas diluar Kongres. Surat Keputusan hasil KLB Ilegal tentang Perubahan dan Perbaikan AD/ART. 

Lalu, Surat Keputusan hasil KLB Ilegal tentang Laporan Pertanggungjawaban Ketua Umum PD 2020-2021.

Novum berikutnya adalah, dokumen berupa berita media masa terkait pertemuan Dirjen Kumham dengan Ketum AHY. Momen pertemuan itu didampingi para Ketua DPD Demokrat se-Indonesia (pemilik suara sah) yang dipersepsikan sebagai bentuk intervensi.

Menurut Mudarta, empat novum tersebut, bukan merupakan bukti baru. Dengan demikian, tak ada dasar hukum untuk mengajukan PK. Alasannya karena novum tersebut sudah pernah dijadikan bukti pada persidangan sebelumnya di PTUN Jakarta dengan Perkara No.150/G/2021/PTUN.JKT.

"Sehingga, dari aspek hukum posisi Ketum AHY dan Partai Demokrat sangat kuat dan sudah sepatutnya Majelis Hakim MA menolak PK tersebut," kata Mudarta.

Pun, dia setuju dengan AHY, dalam manuver PK Moeldoko ini mengendus ada upaya penjegalan. Apalagi, kata dia, Mudarta mengatakan, pada 2 Maret 2023, Demokrat secara resmi mengumumkan Anies Baswedan sebagai bakal capres. Tapi, esoknya, Moeldoko mengajukan PK ke MA.

"Keesokan harinya, KSP Moeldoko kemudian mengajukan PK. Kami secara nasional melihat ini ada muatan politiknya di tengah proses demokrasi yang tahapannya sudah mulai berjalan," kata Mudarta. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya