MK Diminta Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, Ada Ancaman Institusional

Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • vivanews/Andry Daud

Jakarta - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia meminta Mahkamah Konstitusi untuk menolak pengajuan permohonan uji batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden atau pengajuan gugatan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) karena beberapa faktor alasan. 

Petahana Maju Lagi di Pilkada Kukar Potensi Tiga Periode, KPU Diingatkan Patuhi Putusan MK

PSHK pun menanyakan apa implikasi penting jika pengajuan itu dikabulkan oleh MK. PSHK justru menyoroti jika permohonan itu dikabulkan, maka dapat berpotensi terjadinya institusional disaster atau bencana kelembagaan. 

Hal itu diungkap Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Violla Reininda dalam diskusi daring bertajuk "Menilik Syarat Usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden" pada Selasa, 26 September 2023.

Ratusan Warga Kutai Kartanegara Unjuk Rasa Tuntut KPU Patuhi Putusan MK

"Apa kemudian implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi jika Mahkamah mengabulkan permohonan. Ada potensi institusional disaster bagaimana kemudian peraturan teknis itu harus diubah secara cepat, ini akan membuat bebannya kemudian ada di KPU dan juga Bawaslu untuk menyesuaikan peraturan apalagi sudah mendekati proses pendaftaran calon presiden dan wakil presiden," ujar Violla.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia / MKRI

Photo :
  • vivanews/Andry Daud
Jika Jadi Presiden, Trump Sebut AS Bakal Berhubungan Baik dengan Rusia dan China

Diketahui jadwal pendaftaran capres dan cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah dekat yaitu pada 19 hingga 25 Oktober 2023 mendatang. 

Selain itu, ada dua hal lain yang dikhawatirkan PSHK akan terjadi jika permohonan tersebut dikabulkan. Seperti membentangkan karpet merah bagi keberlanjutan incumbent dan dapat menggerus kredibilitas MK. 

"Kemudian ini juga potensial untuk membentangkan karpet merah bagi keberlanjutan kekuasaan incumbent. Dan yang terakhir adalah ini akan berpotensi untuk menggerus kredibilitas Mahkamah Konstitusi," ungkap Violla.

Bukan tanpa alasan, kredibilitas MK dipertaruhkan karena dengan mengabulkan permohonan tersebut maka lembaga tinggi negara itu dinilai inkonsisten terhadap putusan dan dianggap seperti buta konsep.

Ini juga menjadi pertaruhan bagi Mahkamah Konstitusi karena potensial sekali menjadikan lembaga tinggi negara tersebut sebagai alat untuk mengalihkan kewenangan yang harusnya dilakukan pembentuk undang-undang atau lembaga legislatif tetapi malah dilempar ke Mahkamah Konstitusi.

Karena itu, PSHK punya dua rekomendasi kepada MK agar institusional disaster atau bencana kelembagaan itu tidak terjadi.

Poin tersebut yaitu meminta untuk menolak permohonan pemohon dan menempatkan formulasi syarat kandidasi pada lembaga yang berwenang untuk pembentukan undang-undang yaitu dalam hal ini lembaga legislatif.

"Untuk itu kami punya beberapa rekomendasi supaya tidak terjadi institusional disaster ataupun tidak merendahkan marwah dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi. Yang pertama adalah menolak permohonan pemohon," jelas Violla.

"Dan yang terakhir syarat kandidasi itu harusnya diformulasikan di dalam ruang pembentukan undang-undang secara komprehensif dan juga pasrtisipatif dan bukan hanya soal kandidasi calon presiden wakil presiden, kepala daerah dan juga anggota legislatif, tetapi pimpinan kelembagaan negara secara umum itu harus dikaji ulang untuk memperlihatkan komitmen yang tulus bagi pembentuk undang-undang untuk mendorong kepemimpinan orang muda di lembaga negara," lanjut dia.

Diketahui, pihak-pihak yang menggugat adalah PSI dan dua orang kepala daerah dari Partai Gerindra. Yang pertama adalah Wali kota Bukittinggi, Erman Safar dan yang kedua adalah Wakil Bupati Lampung Selatan, Pandu Kesuma Dewangsa. Lalu, Partai Garuda, yang saat ini sudah mendukung Prabowo di Pilpres 2024.

Gugatan pihak-pihak tersebut, ingin batasan usia minimal capres - cawapres diubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun, dan batasan usia 40 tahun atau pernah menjadi penyelenggara negara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya