Pro Kontra Anggota DPR soal Gugatan Caleg Harus Berdomisili sesuai Dapil
- ANTARA FOTO/ Reno Esnir
Jakarta, VIVA -Ā Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengaku kurang setujuĀ dengan substansi gugatan sejumlah mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang mempersoalkanĀ calon legislatif (caleg) harus berdomisili atau punya KTP sesuai dengan daerah pemilihan (dapil) yang bersangkutan.
Menurutnya, pembuktian KTP terkait domisili itu hanya sekadar administratif. Sedangkan keberpihakan legislator kepada daerah pemilihannya dapat diukur dengan hal lainnya.
"Salah satunya, sejauh mana keberpihakannya pada saat ia setelah dilantik menjadi anggota DPR, sejauh mana ikatan batin dan relasi serta perjuangannya untuk memperjuangkan daerah pemilihannya melalui berbagai macam fungsi yang dimilikinya sebagai anggota DPR," kata Rifqinizamy kepada wartawan, Jumat, 7 Maret 2025.Ā
Baliho caleg. (Foto ilustrasi).
- ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Rifqi lanjut menerangkan, keberpihakan atau ikatan batin hingga relasi itu tidak berkaitan sama sekali dengan KTP sebagai persyaratan.
Selain itu, politikus Nasdem itu mengatakan gugatan tersebut berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara untuk kemudian bisa menjadi anggota DPR hanya karena yang bersangkutan tidak berasal atau tidak memiliki KTP di daerah pemilihannya.
"Alat ukur dalam pemilu itu adalah sejauh mana ia diterima dan dipilih oleh rakyat, rakyatlah yang memiliki kedaulatan tertinggi dan karena itu rakyat memiliki berbagai macam alat ukur bukan hanya sekedar apakah dia berasal dari kampung kita atau tidak," ujarnya.
Berbeda dengan Rifqi, anggota Komisi II DPR Fraksi PKS, Mardani Ali Sera justru setuju soal dapil caleg sesuai domisilinya atau memiliki KTP di dapilnya. Istilahnya, āAkamsi atau anak kampung siniā. Ia menilai syarat tersebut akan membuat caleg lebih mengenal dapilnya secara mendalam.
"Bagus āakamsiā. Biar dalam dan detail pengenalannya," kata Mardani.Ā
Menurutnya, anggota legislatif yang berasal dari dapil sendiri lebih memahami kebutuhan masyarakat setempat. Namun, ia juga menekankan pentingnya mekanisme yang transparan dan akuntabel dalam keterkaitan anggota legislatif dengan dapilnya.
"Biasanya, anggota legislatif yang menjaga dapil akan memiliki akar yang lebih kuat," kata Mardani.
Diketahui, Gugatan terkait syarat caleg ini diajukan oleh delapan mahasiswa dari Universitas Stikubank Semarang. Mereka meminta MK mengubah Pasal 240 ayat (1) huruf C UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, agar caleg wajib berdomisili di dapil yang mereka wakili.
Para pemohon menilai aturan saat ini tidak menjamin keterwakilan caleg yang benar-benar memahami permasalahan dapilnya.
Meskipun mendukung usulan "akamsi", Mardani menegaskan bahwa caleg tetap harus memperjuangkan dapil mereka, baik aturan ini diubah maupun tidak.
"Kalaupun aturan tidak berubah, anggota legislatif tetap bisa ādipaksaā untuk dekat, kenal, dan memperjuangkan dapilnya dengan mekanisme aturan yang lugas," imbuhnya.