Din: Seperti Biasa, Ucapan Presiden Mempesona

Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin
Sumber :
  • Antara/ Widodo S Jusuf

VIVAnews - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, pertemuan dengan Presiden SBY semalam masih belum membahas substansi persoalan. Perkataan presiden masih bersifat normatif.

"Seperti biasanya,  ucapan presiden sangat mempesona dan mengesankan. Namun  masih bersifat normatif. Dan pertemuan semalam baru pada tingkat  permukaan belum menyentuh substansi masalah" ujar Din di  Gedung CDCC, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Januari 2011.

Din sendiri menggambarkan dialog semalam berlangsung hangat, terbuka namun belum substantif.

"Dialog semalam baru di pintu  gerbang belum masuk rumah permasalahan," ujar Din. Menurutnya,  perlu diadakan dialog lanjutan untuk membahas substansi  permasalahan.

"Kami mengapresiasi diadakannya dialog lanjutan  untuk membahas sub permasalahan yang dialami bangsa ini. Bagi  kami, ini (dialog semalam) belum selesai."

Dalam dialog semalam, Din menuturkan semua pendapat diterima presiden. Kecuali satu. "Istilah kebohongan publik. Sudi Silalahi merasa tersinggung," kata dia.

Din lantas menirukan ucapan Sudi Silalahi, "kami tidak punya apa-apa lagi kecuali kehormatan  yang kami jaga."

Dijelaskan Din, istilah 'kebohongan pemerintah' diusulkan badan pekerja dan tokoh lintas agama menyetujuinya. "Bukan kebohongan tapi  kebohongan publik antara yan terjadi dan tidak terjadi," ujar dia.

Din menegaskan gerakan moral tokoh lintas agama didukung oleh badan pekerja yang terdiri dari 65 lembaga masyarakat madani yang punya pengalaman keahlian di bidang masing-masing dan mempunyai data yang tokoh lintas agama yakini akurat.

"Jadi ini bukan gerakan omong doang tapi base on fact,  sehingga dengan data itu dapat adu argumen," ujar Din.

"Umpamanya kemiskinan jangan ditutupi presentasi rakyat miskin yang diklaim berkurang. Lihat realitasnya, masih banyak masyarakat yang susah makan dan dapurnya masih menggunakan kayu bakar."

Oleh karenanya, pemerintah jangan bicara angka kuantitatif tapi kualitatif. "Itu (angka kuantitatif) instrumen kapitalis," tutur Din.

Untuk sementara para tokoh agama dalam posisi menunggu. "Kami akan mengamati apa yang dilakukan pemerintah. Kami menghargai good will pemerintah untuk menyelesaikan masalah bangsa, tapi tetap kita tunggu realisasi di lapangan" ujar Din. (umi)

Sejarah Tercipta Thomas Cup dan Uber Cup, Sempat Tertunda Gegara Perang Dunia II
Pepaya

Heboh Aksi Pedagang Buang Puluhan Ton Buah Pepaya, Ternyata Ini Penyebabnya

Buah pepaya yang dibuang oleh pedagang ini diduga dalam kondisi masih layak untuk dikonsumsi dan ada juga yang sudah busuk, sehingga menumpuk diakses jalan depan los buah

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024