- Antara/ Yusran Uccang
VIVAnews - Isu perombakan kabinet masih mewarnai dinamika politik terkini. Selain bertemu sejumlah pemimpin partai koalisi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga melakukan komunikasi politik dengan sejumlah partai di luar koalisi.
Selain PDIP, Partai Gerindra ramai diberitakan segera masuk kabinet semenjak partai yang didirikan Prabowo Subianto itu menolak Hak Angket Mafia Perpajakan. Hadiah kursi menteri dinilai setimpal, sebab 26 suara mereka di DPR menyelamatkan muka Presiden Yudhoyono dari usulan angket itu.
Sejumlah petinggi Partai Demokrat bahkan sesumbar bahwa kader Gerindra pantas menduduki Menteri Pertanian. Bak gayung bersambut, Gerindra langsung mengajukan syarat bergabung koalisi dan kabinet, meski belum ada tawaran resmi dari Presiden Yudhoyono.
Syarat yang diminta Gerindra adalah untuk mengefektifkan pemerintahan yang usianya tinggal 3,5 tahun lagi ini, BUMN sebagai faktor penggerak pembangunan harus dibuat lebih efektif. "Kemudian, kemandirian pangan harus dijamin," kata Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.
Menanggapi itu, anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok, mengatakan, "Tapi Gerindra juga harus ingat, jangan mengajukan syarat yang terlalu tinggi, sementara berbuat dan berkontribusi saja belum."
Melihat hasil pertemuan Presiden Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Golkar, Gerindra kian pesimistis akan terjadinya perombakan kabinet. Ia yakin isu perombakan kabinet segera menguap. Ia melihat hembusan isu ini hanya sebagai instrumen untuk mengunci loyalitas partai koalisi.
Terkait tawaran liar masuk kabinet yang dihembuskan sejumlah politisi Partai Demokrat, Muzani melihatnya semakin tidak serius. "Syarat yang kita ajukan itu kan cuma respons ajakan awal, serius atau tidak ya bukan kami yang bisa menjawab tapi Presiden SBY," kata dia. "Apapun hasil dari tawaran itu, tidak masalah bagi kami. Karena memang posisi Gerinda berada di luar dari pemerintah".