Ketua MK: Biarkan Presiden Bekerja

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD
Sumber :
  • Antara/ Rosa Panggabean

VIVAnews - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengkritisi beberapa pihak yang sempat memunculkan wacana pencopotan presiden. Menurut dia, hal tersebut tidak rasional karena tidak ada alasan yang cukup.

''Presiden dipilih secara demokratis," kata Mahfud. "Bagaimana membayangkan Presiden dengan 60 persen lebih suara dari rakyat, menggantinya tanpa pemilu?'' kata Mahfud saat memberi sambutan dalam acara temu wicara MK bersama TNI Ad di Hotel Arya Duta, Jakarta, Jumat 6 Mei 2011.

''Kita membentuk sistem presidensial untuk mempersulit penjatuhan Presiden. Biarkan saja Presiden bekerja. Kalau mau kritik, kritik saja,'' katanya.

Mahfud mengatakan, tugas institusi negara sekarang adalah melaksanakan konstitusi yang ada. Menurut dia, bila ada pihak yang mempersoalkan keabsahan undang-undang atau kewenangan sebuah institusi yang ada saat ini, bukanlah sikap yang tepat.

''Undang-undang adalah produk kesepakatan. Itu bukan soal benar atau salah, tapi soal sesuatu yang disepakati. Dipatuhi karena sudah dipilih sebagai kesepakatan maksimal, bukan karena dia kebenaran hakiki,'' ujar Mahfud.

Hal tersebut dikatakan Mahfud dalam rangka menyikapi perkembangan di masyarakat, terkait persoalan sosial, hukum maupun politik akhir-akhir ini.

Dia melihat, setidaknya ada tiga aliran dalam masyarakat dalam memahami UUD 1945 hasil amandemen. Pertama, adalah pihak yang menganggap amandemen UUD 1945 itu sebagai produk hukum yang benar.

Respons Santai Jokowi Sudah Tak Dianggap Kader PDIP Lagi: Terima Kasih

Kedua, pihak yang menganggap belum sepenuhnya benar. Dan, ketiga, pihak yang menolak dan menganggap sudah kebablasan.

Karena itu, dia menjelaskan, baik institusi seperti MK, TNI atau pun institusi lain seperti lembaga kepresidenan tidak perlu ikut larut dalam perdebatan dan rasa saling menyalahkan. Mahfud pun merujuk pada proses berdirinya negara Indonesia.

Kenang Sosok Mooryati Soedibyo, Nadia Mulya: Kartini Modern

Dia menuturkan, sejak zaman awal kemerdekaan, sudah ada perdebatan, sampai terjadi voting. Misalnya, soal negara, Bung Hatta menghendaki bentuk negara federal. Sementara itu, Bung Karno, menganggap federal bersifat memecah, harus negara kesatuan.

''Maka dilakukan voting, negara federal memperoleh 13 persen suara, negara kesatuan 87 persen. Bung Hatta kalah, tapi ia tunduk pada kesepakatan,'' kata Mahfud. (art)

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat, 8 Maret 2024

Prabowo-Gibran Menang Pilpres 2024, AHY: Saatnya Rekonsiliasi

AHY meminta semua pihak agar legowo dengan keputusan MK.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024