Mafia Pemilu

Giliran Bekas Hakim MK Mukthie Fadjar Dituduh

Soetarsono, Mukthi Fadjar, Jimly Asshiddiqie
Sumber :
  • Antara/ Puspa Perwitasari

VIVAnews - Soepriyadi Azhari, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari daerah pemilihan Jawa Timur VI, kembali mendatangi Mahkamah Konstitusi. Kali ini, politikus Partai Hati Nurani Rakyat itu menagih janji salah satu hakim konstitusi Akil Mochtar untuk memberi solusi atas dugaan mafia Pemilu di lembaga yudisial ini.

"Sesuai dengan pernyataan Pak Akil Mochtar bahwa permasalahan kami ini harus ada solusinya. Kalau Pak Akil memberi rekomendasi kepada Panja DPR, maka kami meminta surat pengantar dari Pak Akil kepada DPR RI untuk dibuka Panja-nya. Kalau tanpa surat pengantar itu, kami nggak bisa apa-apa," kata Azhari yang mengklaim salah satu dari 16 korban mafia Pemilu.

Azhary menjelaskan, nama mereka ber-16 tidak tercantum dalam keputusan KPU No. 379/PKTS/KPU/TAHUN 2009 tertanggal 2 September 2009. "Padahal menurut perhitungan kami apabila mengacu pada 8 amar keputusan 8 MK Nomor: 74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 10 Juni 2009 harusnya kami sejumlah 16 orang masuk di DPR RI periode 2009-2014," kata Azhari di Gedung MK, Senin, 4 Juli 2011.

Menurut Azhari, setelah diteliti ternyata terjadi mafia Pemilu yang merugikannya ini diduga dilakukan oknum Komisi Pemilihan Umum dengan Wakil Ketua MK pada 2009 itu, yaitu Mukthie Fadjar.

"Secara konspiratif telah terjadi mafia penempatan pemilu DPR RI pada putaran ketiga yang dilakukan oleh oknum-oknum KPU dan oknum MK yang disutradarai oleh salah satu oknum KPU tersebut sehingga mengakibatkan nama kami hilang," ujar Azhari di gedung MK, Jakarta, Senin 4 Juli 2011.

Azhari lalu membeberkan peran Mukhtie Fadjar dalam hilangnya 16 nama itu dari posisi mendapatkan kursi DPR itu. Pertama, tanggal 21 Agustus 2009, Mukhtie Fadjar selaku Wakil Ketua MK mengumumkan bahwa KPU harus melaksanakan 8 amar keputusan MK No.:74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 10 Juni 2009. "Sehingga pada saat dicek di KPU, nama kami bersama dengan 16 orang ada, dan ini dikuatkan oleh pernyataan yang dilakukan oleh Komisioner KPU, Putu Artha."

Kedua, tiba-tiba satu minggu kemudian, nama 16 orang itu hilang sehingga Azhari dan kawan-kawan lalu mencari sebab-musababnya. "Dan dapat kami temukan adanya konspirasi mafia yang dilakukan oleh oknum KPU dan Saudara Mukhtie Fadjar selaku Wakil Ketua MK yaitu dengan adanya surat menyurat yang hanya memakan waktu sehari guna memanipulir keputusan MK nomor: 74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 10 Juni 2009 yaitu dengan cara tanggal 25 Agustus 2009, ketua KPU membuat surat kepada Mahkamah Konstitusi dengan memberikan dua alternatif keputusan untuk penempatan anggota DPR RI pada putaran ketiga. Dua alternatif keputusab tersebut sama sekali tidak mendasarkan pada keputusan MK Nomor: 74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 10 Juni 2009," kata Azhari.

Ketiga, Mukhtie Fadjar hanya dengan sepotong surat mewakili ketua MK membalas surat tersebut dengan menunjuk alternatif pertama padahal alternatif pertama yang substansi serta tersebut sama dan sebangun dengan peraturan KPU No.15 tahun 2009 pasal 29 yang telah dibatalkan baik oleh keputusan MK No.15 tahun 2009 pasal 25 yang juga telah dibatalkan baik oleh keputusan MK nomor: 74-94-80-59-67/PHPU.CVIII/2009 10 Juni 2009.

"Surat antara KPU yang ditandatangani oleh Ketua KPU dan Mukhtie Fadjar adalah bukan produk hukum karena tidak bisa menganulir keputusan MK. Sangat jelas adanya permainan dalam surat tersebut karena hanya berselang satu hari antara tanggal 25 Agustus 2010 dengan 26 Agustus 2010," kata Azhari.

Mukthie Fadjar yang sekarang sudah berhenti dari Mahkamah Konstitusi membantah tudingan Azhari yang menyebutnya bagian dari mafia Pemilu, berkonspirasi dengan oknum KPU. "Saya nggak tahu. Itu kan Ketua (Ketua MK Mahfud MD) yang menyampaikan. Saya nggak tahu, tanya aja ke Ketua," kata Mukthie Fadjar dengan nada tinggi saat dihubungi VIVAnews melalui telepon, Senin 4 Juli 2011.

Mukthie mengakui memang pernah menandatangani surat penegasan atas permintaan KPU. "Tapi nggak ada surat yang menunjuk siapa jadi orang, nggak pernah ada," katanya.

Untuk permasalahan tersebut, Mukthie menganjurkan agar menanyakan langsung ke Mahkamah Konstitusi. "Itu tanya saja ke MK, saya sudah pensiun 2 tahun," kata dia. (umi)

Golkar Terbuka Jika Jokowi-Gibran Mau Gabung: Amin, Kami Anggap Doa
VIVA Militer: Kapuspen TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar

Fakta-fakta Anggota TNI Tersambar Petir di Depan Mabes Cilangkap, 1 Meninggal Dunia

Dua orang anggota TNI tersambar petir di depan kawasan Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Hal itu diungkap Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Nugraha Gumilar.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024