Uji Material UU MPR, DPR

MK: Ketua DPR dari Partai Terbesar, Adil

Mahkamah Konstitusi
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews - Mahkamah Konstitusi menolak gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPR), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Uji materiil yang diajukan oleh Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kupang, Anton Melkianus Natun tersebut ditolak karena dalil permohonannya tidak tidak beralasan demi hukum.
 
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, 28 Juli 2011.

Dalam pertimbangan hukumnya, pasal 354 ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009 yang menentukan bahwa Pimpinan DPRD berasal dari Partai Politik berdasar urutan perolehan kursi terbanyak sudah cukup jelas. Ketentuan tersebut, dikatakan sudah sejalan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang mempersamakan kedudukan semua warga negara sehingga penentuan komposisi kepemimpinan DPRD secara proporsional berdasarkan urutan perolehan kursi masing-masing Parpol peserta Pemilu di daerah yang bersangkutan adalah ketentuan yang adil, karena perolehan peringkat kursi juga menunjukkan konfigurasi peringkat pilihan rakyat.

"Bagi pimpinan DPRD yang telah ditetapkan sebagai pimpinan kemudian karena terjadi pemekaran sebagai aspirasi rakyat yang berdaulat harus berakhir jabatannya sebagai pimpinan karena urutan perolehan kursi Parpolnya berkurang. Hal itu menjadi kepastian hukum dari aturan tersebut," kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim.
 
Mahkamah berpendapat, terjadinya pemekaran daerah dapat menyebabkan terjadinya kekosongan kursi DPRD dari satu Parpol yang semula mendapat kursi pimpinan di DPRD.

"Ketentuan Pasal 354 ayat (2) UU No. 27 tahun 2009 sesuai dengan kepastian hukum yang adil bahwa Parpol yang sebelum pemekaran daerah urutan perolehan kursinya kurang dari Parpol lain tetapi sebab adanya pemekaran daerah urutan kursinya lebih banyak berhak menduduki jabatan DPRD. Sebaliknya Parpol yang urutan perolehan kursi terbanyak harus diberhentikan dari jabatan pimpinan DPRD," ujarnya.

Dalam putusan ini, empat Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, Akil Mochtar, Maria Farida Indrati dan Anwar Usman mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurut mereka, Mahkamah sepatutnya menerima permohonan pemohon karena isu hukum yang dipersoalkan terkait adanya pelanggaran prinsip kepastian hukum yang dijamin konstitusi.

Hamdan Zoelva menjelaskan UU No. 27 Tahun 2009 tidak secara tegas menentukan masa jabatan pimpinan DPRD. Namun jaminan jabatan 5 tahun diatur dalam Pasal 42 ayat (2) PP No. 16 Tahun 2010 mengenai pemberhentian pimpinan DPR dapat dilakukan sebelum masa jabatan berakhir karena meninggal dunia, mengundurkan diri, diberhentikan sebagai anggota atau pimpinan DPRD jika terbukti melanggar kode etik atau sumpah jabatan.
 
"Karena itu, alasan yang digunakan untuk mengganti posisi salah satu pimpinan DPRD akibat anggota DPRD dari daerah pemekaran tidak adil bagi pemohon karena menyalahi ketentuan mengenai alasan pemberhentian pimpinan DPRD ditengah masa jabatan," kata Hamdan Zoelva.

Seperti diketahui, pemohon Anthon Melkianus Natun dari partai Hanura mengajukan uji materil Pasal 354 ayat (2) UU No. 27 Tahun 2009. Karena pemberlakuan pasal tersebut, ia kehilangan jabatannya sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kupang karena digantikan anggota DPRD dari daerah pemekaran Kabupaten Sabu Raijua yang disahkan tanggal 26 November 2008. (sj)

Kia Bakal Luncurkan Mobil Listrik Harga Terjangkau Tahun InI
Pelaku pembunuh ibu dan anak di Palembang ditangkap Polisi.

Pembunuh Sadis Ibu dan Anak di Palembang Ditangkap, Ini Tampangnya

Wasilah ditemukan tewas dibunuh dengan bersimbah darah terdapat pengki besi yang masih tertancap di kepala. Begitupun dengan sang putri yang perutnya ditusuk pakai pisau.

img_title
VIVA.co.id
16 April 2024