- ANTARA/Fachrozi Amri
VIVAnews - Pemerintah Thailand memutuskan membatalkan kontrak antar pemerintah (government to government) ekspor beras sebanyak 580.000 ton kepada Indonesia. Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawtra, beranggapan harga US$535 per ton terlalu murah.
Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron, menduga ada unsur politis di balik pembatalan tersebut. Menurut dia, Perdana Menteri Thailand telah mengganti direksi badan urusan logistik Thailand, lantaran dianggap mengambil kebijakan penandatanganan kontrak dengan Indonesia pada masa transisi.
"Tentu kita prihatin dengan pembatalan sepihak tersebut. Meski demikian hal tersebut sebagai cambuk bagi kita pentingnya kedaulatan pangan," kata Herman di DPR, Rabu 28 September 2011.
Menurut Herman, harus segera dilakukan integrasi lintas sektoral untuk merealisasikan kedaulatan pangan. Sehingga, tidak perlu lagiĀ impor bahan pangan pokok. "Kita harus optimistis ke depan dan menjadikan ini sebagai pengalaman dan tidak ada yang perlu dipersalahkan dalam hal ini. Sebab ini tanggung jawab kita bersama," ujarnya.
Herman mengungkapkan, saat ini Komisi IV sedang berupaya meyelesaikan pembahasan RUU perubahan terhadap UU Pangan No 7 Tahun 1966. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan landasan kebijakan terhadap ketersediaan pangan. "Mudah-mudahan hal ini bisa menjawab tata kelola sistem pangan kita ke depan," ujarnya.