Mega Hanya Didukung 0,3%, Survei SSS Aneh

sorot kampanye pdip - Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri berkampanye di Jember 2009
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Seno

VIVAnews - Pengamat politik Ari Dwipayana mempertanyakan metodologi dan sampel responden survei Soegeng Sarjadi Syndicate yang menemukan elektabilitas Megawati Soekarnoputri hanya 0,3 persen. Survei itu menjadi aneh karena di sejumlah survei lain, elektabilitas Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu masih yang tertinggi setelah Susilo Bambang Yudhoyono.

5 Senjata Militer Iran yang Bikin Israel Ketar-ketir, Punya Drone yang Jangkau 2.000 KM

"Aneh juga karena karakteristik pemilih Mega itu yang paling loyal," kata pengajar di Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada itu saat dihubungi VIVAnews, Kamis 27 Oktober 2011.

Keanehan itu karena pemilih PDIP sendiri masih belasan persen, tapi yang memilih Mega tak sampai 1 persen. Dalam sejarah Pemilu di Indonesia, kata Ari, pemilih PDIP dikenal yang paling loyal.

Ini 5 Sistem Pertahanan Udara Israel yang Bekerja Lembur Cegat Rudal Balistik Iran

Ari menjelaskan, sebuah survei tergantung pada metodologi dan sampel responden yang diambil. Sampel responden harus mewakili populasi, misalnya daerah berpopulasi padat maka proporsi sampel juga lebih banyak. Kemudian dilihat pula tingkat pendidikan.

"Jika populasi yang berpendidikan sekolah dasar tinggi, namun sampel responden yang banyak justru berpendidikan perguruan tinggi, maka hasil survei akan tidak proporsional," kata Ari.

Heboh Kopi Tanpa Kafein, Disebut Mengandung Bahan Pemicu Kanker

Survei SSS yang memiliki responden 1.318 orang hanya memiliki sampel tamatan SD sebesar 9 persen, SMP 15,4 persen, SMU 44,4 persen, dan perguruan tinggi 31,2 persen. Sementara populasi penduduk yang tamatan SD sebenarnya lebih dari 50 persen.

Ari menduga, survei SSS ini memang kurang representatif mengambil sampel penduduk. "Itu menjadi masalah serius, dari sisi representativeness responden. Kalau hanya angka segitu, sepertinya Mega tidak populer. Itu jadi persoalan penting," kata Ari.

Ari menyatakan, tak tahu persis apakah pemilih PDIP dan Megawati mayoritas tamatan SD. Namun dari berbagai survei yang dia analisis sebelumnya, pemilih PDIP umumnya datang dari lapisan menengah ke bawah, terpusat di Pulau Jawa dan Indonesia bagian timur.

Alasan SSS

Sementara itu, Toto Sugiarto, Direktur Eksekutif SSS, menjelaskan, memang sudah berusaha untuk sesuai komposisi penduduk Indonesia. "Tapi kesulitan kami memang menentukan sedetail mungkin mana responden yang hanya SD, sampai SMA atau perguruan tinggi. Ketidakmampuan ini memang akhirnya membuat survei kami terlihat ada kekurangan dalam hal komposisi mana yang SD ternyata kalah besar dari yang berpendidikan perguruan tinggi," katanya saat dihubungi VIVAnews.

Namun Toto menyatakan, ketidaksempurnaan itu memberikan kelebihan tersendiri karena responden yang kami temui dengan pendidikan yang lebih tinggi, mereka lebih kritis. Mereka bisa melihat mana tokoh yang akan menang dan akan kalah.

Toto juga menyatakan, rendahnya elektabilitas Mega karena para pemilih memegang ucapan Mega dan juga faktor pernyataan Taufiq Kiemas, Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP. Mega menyampaikan tak mau maju lagi, sementara Taufiq juga menyarankan tak usah ikut lagi.

"Akhirnya pendukung Mega memilih ikut yang lain, tapi agak sulit dijelaskan. Seharusnya kan larinya ke Puan Maharani dan calon yang didukung PDIP tapi pindahnya ke yang lain, jangan-jangan justru ke Prabowo Subianto," kata Toto.

Kemudian, Toto menjelaskan, survei SSS ini tak berfokus pada elektabilitas. "Dalam survei itu, kami memang hanya cari alasan, Presiden apa yang layak memimpin Indonesia di 2014," katanya. 


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya