- Antara/ Andika Wahyu
VIVAnews - Partai Persatuan Pembangunan menilai daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum yang diajukan pemerintah tidak memiliki visi dan landasan yang jelas bahkan sesat. PPP menilai, jika memang ideal jumlah partai hanya lima, seharusnya ambang parlemen antara 15 sampai 20 persen, sesuai dengan hitungan 100 persen dibagi lima.
"Bagi partai politik yang tidak lolos, diatur pasal yang memungkinkannya bergabung dengan yang lain atau menggabungkan diri satu sama lain," kata Sekretaris Jenderal PPP M Romahurmuziy. "Dengan demikian, akan terjadi 'pemaksaan' alamiah dalam penyederhanaan jumlah parpol," katanya secara tertulis ke VIVAnews, Senin 31 Oktober 2011.
Romy menilai, dengan parliamentary threshold 4 persen, suara hangus akan semakin besar, memperbesar disproporsionalitas, juga menjauh dari asas proporsional yang sudah dipakai dalam 10 Pemilu. Karena itu, PPP tetap akan berkukuh ambang parlemen pada angka 2,5 persen.
PPP juga mengritik jumlah kursi di satu daerah pemilihan yang hanya tiga sampai maksimum enam kursi. "Dibangun atas logika pemikiran yang sesat, yaitu mengaitkan kedekatan anggota legislatif dengan konstituennya berdasarkan jarak. Logika ini seolah menganggap di Indonesia tidak ada telepon dan internet."
Jadwal anggota legislatif pusat (DPR) ke daerah pemilihan, kata Romy, hanya 36 hari yang dibagi atas empat masa reses di daerah. "Sehingga maksud mendekatkan kepada konstituen bisa rancu dengan jadwal anggota legislatif. Tiga sampai enam kursi per dapil juga sarat dengan kepentingan politik tertentu yang ingin menang dengan menyiasati peraturan, karena kursinya pada Pemilu 2009 berada pada peringkat di bawah enam di setiap dapil," kata Romy. Karena itu, PPP tetap berjuang, alokasi kursi setiap dapil antara tiga sampai 10 kursi seperti di Pemilu 2009 lalu.