DPR: Beda Pidana Sandal Jepit dan Hukum Arab

Aksi seribu sendal untuk aal
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - Vonis bersalah atas AAL, terdakwa kasus pencurian sandal jepit milik Briptu Ahmad Rusdi Harahap, mengundang keprihatinan publik.

Ada beberapa alasan, pertama, ada yang janggal dalam sidang, di mana saksi mengaku memungut sandal merek Eiger, sementara yang dijadikan barang bukti, sandal merek Ando yang sudah butut. Dan yang paling penting, meski lolos dari ancaman 5 tahun bui, beban psikologis berat ditanggung AAL, sebagai penyandang predikat "pencuri sandal".

Hal senada disampaikan, anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi PKS, Aboebakar Al-Habsyi. "Ini sangat mengusik rasa keadilan masyarakat, karena aparat terlalu bertindak legalistik," ujar Aboebakar dalam pesan singkatnya, Jumat 6 Januari 2012.

Aboebakar juga menuding sistem yang salah."Memang kita hanya mengenal satu sistem hukum pidana, jadi semua perkara pidana akan ditangani polisi dan jaksa yang akan bermuara di pengadilan. Berbeda dengan sistem perdata yang mengenal lembaga mediasi maupun arbitrase. Akibatnya, secara yuridis normatif perkara pidana sekecil apapun harus tetap diproses di pengadilan, termasuk pencurian sandal jepit," kata Aboebakar.

Berbeda dengan peradilan di Arab, menurut Aboebakar, Arab memiliki sistem pidana dengan hukuman qishas dan potong tangan untuk pencuri. Namun mereka juga memiliki lembaga pemaaf.

"Jadi jangankan mencuri sandal, membunuh pun di sana bisa dimaafkan seperti yang terjadi terhadap Darsem kemarin," kata Aboebakar.

Maka, menurut Aboebakar, kasus AAL maupun kasus pencurian serupa oleh masyarakat kecil lainnya merupakan potret buram penegakan hukum di Indonesia.

"Pada kasus AAL memang sangat kita sayangkan kenapa Briptu AR tidak mau menyelesaikan ini dengan baik-baik. Inilah potret buram penegakan hukum di Indonesia, hanya karena sendal jepit, semangka, pisang ataupun piring rakyat kecil dengan mudahnya masuk penjara. Lantas kenapa kasus-kasus besar seperti Century, mafia pajak, dan beberapa kementerian terkesan jalan di tempat," kata Aboebakar.

Dia menambahkan, Komisi III saat ini sedang menggagas aturan khusus mengenai peradilan anak. "Khusus untuk persoalan peradilan anak seperti kasus AAL ini kami sedang menggodok aturannya, namanya sistem peradilan anak, saya sendiri masuk menjadi salah satu anggota panja tersebut," kata dia.

Aboebakar menjelaskan, dalam aturan ini, anggota dewan  hendak mengedepankan prinsip restorative justice, yaitu sebuah konsep restorasi keadilan.

Jokowi Datang Melayat ke Mooryati Soedibyo, Ikut Salat Jenazah

Nantinya, pemidanaan buat anak bukan lagi sekedar memberikan efek jera, namun bagaimana mengembalikan sebuah persoalan pada keadaan yang semestinya terjadi. "Di sini nanti anak-anak yang berhadapan dengan hukum tak mesti harus masuk penjara, melainkan dibina dalam sebuah panti, pemondokan atau sejenis boarding school lah," kata dia. (umi)

Capres Nomor 03 Ganjar Pranowo di debat terakhir capres 2024

Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Presiden-Wapres Terpilih, Ganjar: Tidak Dapat Undangan

KPU menetapkan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi Presiden dan Wapres terpilih hari ini.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024