- ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVA.co.id - Kuasa hukum Partai Golkar, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan konsekuensi hukum menyusul putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur yang mengabulkan permohonan gugatan Aburizal Bakrie (ARB) sebagai Ketua Umum.
Putusan pengadilan itu, kata Yusril, berarti menegaskan bahwa kepengurusan yang sah Partai Golkar ialah hasil Munas di Pekanbaru, Riau, tahun 2009, dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham. Artinya pula, kepengurusan kubu Agung Laksono tak berhak dan tak berwenang membuat kebijakan atau aturan.
“Pengurus hasil Munas Riau berhak dan berwenang untuk membatalkan segala keputusan dan tindakan administratif dan politik kubu Agung," kata Yusril melalui siaran pers yang diterima VIVA.co.id pada Rabu, 1 April 2015.
Kepengurusan kubu Agung Laksono, Yusril menambahkan, tidak lagi berwenang bertindak atas nama Partai Golkar. "Termasuk melakukan pergantian pimpinan Fraksi Partai Golkar di DPR yang rencananya akan diparipurnakan besok.”
Segala keputusan yang dikeluarkan kubu Agung sejak diterbitkan Surat Keputusan pengesahan Menkumham pada 23 Maret 2015 sampai putusan penundaan hari ini, 1 April 2015, tidak berlaku.
"Selanjutnya putusan penundaan PTUN hari ini akan memperkuat permohonan putusan provisi di PN Jakarta Utara. Yang memohon PN Jakarta Utara untuk memerintahkan agar Agung Laksono cs mengosongkan kantor DPP Golkar yang selama ini mereka duduki," Yusril menjelaskan.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara berwenang memutuskan permohonan provisi itu berdasarkan putusan penundaan PTUN. Sebab pendudukan kantor pusat Partai Golkar oleh Agung Laksono cs adalah perbuatan melawan hukum sebagaimana isi gugatan pihaknya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Kami secara konsisten dan simultan melakukan perlawanan dengan menempuh cara-cara yang sah dan konstitusional melalui pengadilan. Kami percaya bahwa hukum akan mengalahkan kekuasaan dan kesewenangan," kata Yusril.
![vivamore="Baca Juga :"]