- REUTERS/Beawiharta
VIVA.co.id - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengaku punya bukti ada seorang menteri yang menghina Presiden Joko Widodo. Partai asal Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, tidak mempersoalkan kalau masalah ini dibawa ke ranah hukum.
Ketua DPP PDIP, Sukur Nababan, mengatakan Jokowi bisa menggunakan haknya sebagai rakyat untuk melaporkan penghinaan itu ke aparat penegak hukum.
"Kalau dianggap menghina, Presiden punya tools untuk melakukan pengaduan. Jika konteks menghina Presiden, saya pikir Presiden dan tim hukumnya tahu apa menghina apa tidak," kata Sukur di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 29 Juni 2015.
Sukur menilai pernyataan Sang Menteri tersebut harus didalami. Sebab, penghinaan terhadap Kepala Negara sama saja dengan meruntuhkan harga diri Presiden.
"Bu Mega mengajarkan, Presiden atau siapa pun harus berani mengambil keputusan, tidak ada keputusan lain benar atau salah. Maka pemimpin itu membangun marwah diri," katanya.
Sukur berpendapat, tidak seharusnya seorang menteri menghina Presiden. Apalagi posisi menteri hanya sebagai pembantu Presiden.
Sukur mengingatkan, dalam sebuah organisasi, kalau tidak sinergi antara pimpinan dengan bawahan, maka pimpinan bisa melepas bawahan itu karena tidak bisa sinergi.
"Jika itu terjadi (penghinaan) maka harus dilakukan (pelaporan). Jika tidak, ya tidak perlu," ujar Sukur.
Sebelumnya, politisi PDIP Masington Pasaribu membeberkan menteri yang menghina Presiden itu adalah menteri perempuan, bukan dari partai politik melainkan profesional. Menteri itu bergerak di bawah koordinasi bidang perekonomian.
Kasus penghinaan terhadap kepala negara atau Presiden, juga pernah dilakukan oleh Susilo Bambang Yudhoyono. Pelaporan tahun 2007 saat SBY menjabat Presiden. Dia melaporkan atas nama masyarakat. Pihak yang dilaporkan adalah Wakil Ketua DPR saat itu Zaenal Maarif.
Pelaporan dilakukan SBY pada Minggu 29 Juli 2007. Pelaporan dilakukan SBY karena Zaenal yang menuding SBY sudah menikah sebelum masuk Akademi Militer. (ase)