Putusan MK Soal Politik Dinasti Diapresiasi Banyak Pihak

Joko Widodo, Megawati, Puan Maharani.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id
23 Pasal RUU Pemilu Rawan Digugat
- Komisioner Komisi Pemilihan Umum, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menyebut pihaknya justru terbantu dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut larangan 'politik dinasti' dalam pencalonan kepala daerah.

Usai Diusung Parpol, Posisi Tawar Ahok Melemah

Ferry menyebut, adanya putusan tersebut maka secara tidak langsung akan membuat partai politik lebih selektif dalam memilih calon Kepala Daerah yang akan diusung.
Dana untuk Parpol Saat ini Tak Mendesak, kata Mendagri


"Jika untuk meningkatkan kualitas demokrasi, KPU terbantu. Orang-orang yang diterima KPU itu sudah selesai secara administrasi dalam rekrutmen di Parpol," kata Ferry, dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 11 Juli 2015.


Ferry menyebut harus ada komitmen dari partai politik atau gabungan partai politik terkait masalah penjaringan calon kepala daerah itu.


"Ada satu komitmen yang harus dibangun partai politik atau gabungan partai politik untuk rekrutmen yang betul-betul sesuai mekanisme proses demokrasi yang ada," ujar dia.


Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin menyatakan bahwa dengan dicabutnya larangan 'Politik Dinasti' harus disertai sistem pengawasan yang kuat. Untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan dalam mendukung kolega atau keluarganya meneruskan kekuasaan.


"Kenyataannya ada yang kewenangannya disalahgunakan. Kita harus perkuat sistem Undang-Undang agar bagaimana mereka tidak salahgunakan kekuasaannya," ujar dia.


Patut Diapresiasi


Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Syamsudin Haris pmengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), yang melarang calon kepala daerah dari keluarga petahana. Bagaimanapun, Undang Undang (UU) tidak boleh menciptakan diskriminasi politik.


"bahwa hak politik itu hak konstitusional yg paling mendasar, tdak mungkin kita menyasalahkan siapapun karena identitas dasarnya" kata Syamsudin.


Menurut dia, "politik dinasti" adalah permasalah yang kompleks. Ada masalah soal level pendidikan, kesejahteraan, sosial budaya, dan lainnya, sehingga tidak bisa diselesaikan secara instan (dengan UU Pilkada). Dikatakannya, yang harus diperbaiki adalah reformasi partai politik (parpol), meningkatkan kualitas pemilu itu sendiri, dan juga meningkatkan kualitas pengawasan.


"Kalau parpol melakukan seleksi dengan baik, politik dinasti tidak akan menjadi permasalahan, rezimnya bukan di kontestasi politik, tapi di pengawasan" ujar dia.


Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.Ketentuan "politik dinasti" yang dinyatakan inkonstitusional adalah terkait ketentuan yang melarang warga negara untuk menjadi calon kepala daerah karena statusnya memiliki hubungan konflik kepentingan dengan petahana.


Sementara yang dimaksud memiliki konflik kepentingan adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya