Soal Calon Tunggal, Mendagri Tunggu KPU

Difabel Kecewa TPS Pilkada yang Selalu Menyulitkan
Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A. Pitaloka

VIVA.co.id - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan, pemerintah tetap bisa menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) meski hanya ada satu pasangan calon (calon tunggal).

Kemendagri Sosialisasi PP Tentang Perangkat Daerah

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pada prinsipnya pemerintah akan menunggu sikap resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas putusan itu.

"Kami menunggu keputusan rapat KPU atas putusan MK soal calon tunggal," kata Tjahjo melalui pesan singkat, Selasa, 29 September 2015.

Ahok Maju Lewat Parpol, Bagaimana Nasib 1 Juta KTP?

Menurut dia, pemerintah dapat memahami bahwa pelaksanaan Pilkada serentak ini tahapan-tahapannya telah diatur di dalam undang-undang dan Peraturan KPU. Sehingga pemerintah yakin, KPU akan mencermati hal itu dalam menyikapi putusan MK tersebut.

"Pendapat pemerintah pada prinsipnya ikut dahulu apa yang menjadi keputusan KPU. Kan keputusan MK bersifat mengikat," kata Tjahjo menambahkan.

Hal yang terpenting saat ini kata Tjahjo, bahwa pasangan calon tunggal diakomodir hak konstitusionalnya oleh MK. Karena itu pemerintah serta KPU pasti melaksanakan putusan MK itu.

Mendagri Bersurat Minta KPK Bentuk Kantor Daerah

"Tahapan-tahapannya sedang diatur lagi oleh KPU. Pemerintah tidak mencampuri dulu apa yang akan dibahas atau diputuskan KPU."

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 terkait calon tunggal, yang mana disebutkan daerah yang hanya ada satu pasangan calon (paslon) tetap dapat melaksanakan Pilkada serentak 2015.

Hakim konstitusi menilai, pasal yang mengatur syarat minimal dua pasangan calon untuk ikut Pilkada bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

Dalam pertimbangannya, MK menilai perumusan norma UU Nomor 8 tahun 2015, yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi, yang menyebabkan kekosongan hukum.  Sehingga dapat berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya Pilkada. Sehingga, syarat mengenai jumlah pasangan calon berpotensi mengancam kedaulatan dan hak rakyat untuk memilih.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya