RUU Pengampunan Pajak Dianggap Sebagai 'Karpet Merah'

Pelaporan SPT di Jakarta
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk segera membatalkan dan Rancangan Undang-undang Pengampunan Pajak atau sering disebut tax amnesty. FITRA mencatat ada sejumlah masalah dalam RUU tersebut.

“Dasar argumentasi RUU Pengampunan Pajak salah tafsir, dalam pasal 23 A, hal tersebut bertentangan dengan Konstitusi UUD 1945 pasal 23 dan 23 A tentang pengelolaan Anggaran Pendapat Negara (APBN) dan Pemungutan Pajak. Di mana pemungutan pajak dalam proses APBN sudah ada sistem hukumnya yang bersifat memaksa, bukan mengampuni,” kata Manajer Advokasi FITRA, Apung Widadi, dalam pernyataan tertulisnya kepada VIVA.co.id, Senin, 12 Oktober 2015.

Menurutnya ada prioritas yang lebih penting untuk didahulukan daripada pembahasan RUU pengampunan Pajak, yakni revisi Undang-undang nomor 6 tahun 1983 dan revisi nomor 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

“Secara substansi, RUU Pengampunan Pajak juga mendegradasi UU KUP terkait kewenangan dan penyederhanaan sistem pemungutan pajak. Proses RUU Pengampunan pajak ini terkesan dipaksakan karena belum ada naskah akademiknya, sehingga potensi melanggar aturan sebelumnya akan sangat besar,” ungkapnya.

Ia melihat RUU ini berpotensi menjadi fasilitas karpet merah bagi konglomerat pelaku kejahatan ekonomi dan financial serta pencucian uang. Di mana dalam RUU tersebut dicantumkan bahwa, seseorang atau badan mengajukan pengampunan, maka akan dilakukan proses pengampunan tanpa melihat asal usul. “Pengampunan pajak ini akan memperlebar kesenjangan," katanya.

Selain itu ia melihat dalam RUU ini, pengampunan didasarkan pada persentase jumlah harta secara keseluruhan untuk merumuskan berapa besar jumlah uang tebusan. Sistem ini naif karena masalah rahasia perbankan di mana sistem dirjen pajak sekalipun belum bisa masuk dan bebas tanpa bantuan penegak hukum.

Antisipasi Dana Repatriasi, KSSK Rapatkan Barisan

“Jumlah uang muka dalam RUU pengampunan sangat kecil dan tidak berdampak pada peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak. Uang tebusan hanya 3,5 % -8% saja. Seharusnya tanpa sanksi pidana, uang tebusan diatas 25 %,” katanya.

Apung melihat RUU Pengampunan pajak sebagai kebijakan akal-akalan yang berpotensi menguntungkan kelompok tertentu, saat negara membutuhkan dana segar untuk pembiayaan infrastruktur.Selain itu RUU ini dianggap berpotensi membuka transaksi korupsi.

“Ini tercermin dengan pengelolaan yang diserahkan kepada Satgas, karena sistem pengawasan, transpransi dan akuntabilitasnya tidak ada. Justru ruang ini akan menjadi ruang transpaksional yang legal dengan memanipulasi perhitungan uang tebusan,” katanya.

 Atas dasar itu FITRA mendesak pemerintah menolak RUU Pengampunan Pajak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). “Sebagai alternatif, pemerintah perlu melakukan terobosan dalam pemungutan pajak, pengawasan dan perbaikan sistem hukumnya. Sehingga potensi pajak hilang dapat ditarik. Bukan sebaliknya obral pengampunan,” kata dia. (ren)

OJK Atur Produk Investasi yang Boleh Terima Dana Tax Amnesty
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

Turunkan Tarif Pajak Badan, Pemerintah Ajukan Revisi UU KUP

Besaran tarif pajak masih dikalkulasi agar ideal dan bersaing.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016