Tiga Pengaruh Petahana di Pilkada Serentak 2015

Jumpa pers di di media center Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Sumber :
  • M Nadlir

VIVA.co.id - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, memaparkan setidaknya ada tiga hal yang menjadi gambaran pengaruh petahana yang harus menjadi perhatian banyak pihak dalam penyelenggaraan pilkada serentak.

PDIP Masih Cari Momentum Baik untuk Umumkan Cagub DKI

Pertama menurut Titi, petahana cenderung melancarkan anggaran pilkada. Alasannya, ada sejumlah daerah yang kepala daerahnya petahana maju dan mencalonkan kembali dalam pilkada dan proses penganggarannya relatif lancar.

"Ada daerah yang anggaran pilkadanya dipenuhi 100 persen, bahkan ada juga yang dilebihkan. Berbeda dengan di daerah yang kepala daerahnya tak maju lagi menjadi calon, anggarannya terhambat atau mengalami ketidakpastian," kata Titi di media center Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jalan MH Thamrin 14, Jakarta Pusat, Senin 19 Oktober 2015.

Ahok Tak Sudi Disebut Petugas Partai

Kedua, keberadaan petahana yang mencalonkan diri cenderung menghasilkan kontestasi yang tak setara. Dengan sistem pilkada yang hanya satu putaran jelas akan menguntungkan petahana yang maju mencalonkan kembali.

Selain itu, kontestasi pilkada akan jauh lebih ketat sehingga calon yang punya kekuatan finansial dan popular akan lebih menguntungkan. Petahana yang sebelumnya telah memimpin lima tahun juga pasti akan lebih dikenal.

KPUD DKI Akui Syarat Jalur Independen Sulit

"Kontestasi yang tak setara itu gambaran ekstremnya menghadirkan calon tunggal di tiga daerah seperti di Kabupaten Tasikmalaya, Blitar, dan Timor Tengah Utara," katanya.

Ketiga, besarnya pengaruh petahana dapat mengintervensi dinamika bahkan hasil tahapan pilkada. Kasus tersebut kata Titi terjadi di Kota Palu, dimana petahana walikota kota Palu Mulhanan Tombolotutu bisa melenggang menjadi peserta pilkada setelah memenangkan gugatan terhadap KPU Kota Palu yang diselenggarakan oleh Panwas Kota Palu.

Padahal sebelumnya KPU Kota Palu tak meloloskan calon petahana tersebut karena tak menyerahkan tanda bukti laporan harta kekayaan negara dari KPK serta ijazah yang tidak dilegalisasi institusi pendidikannya.

"Kasus sengketa lain, KPU justru tak pernah memenangkan sengketa. Bahkan karena sempitnya waktu tahapan, mau tidak mau membuat KPU harus menerima saja hasil sengketa," ujar Titi.

Sebelumnya, berdasarkan data yang didapatkan dari KPU jumlah petahana yang bertarung kembali dalam pilkada serentak 2015 mencapai 278 orang. Sebanyak 150 statusnya sebagai kepala daerah, 128 sebagai wakil kepala daerah.

Selain itu ada lima peserta pilkada berstatus gubernur dan lima sebagai wakil gubernur, 118 bupati dan 103 wakil bupati. Kemudian  27 walikota dan 20 wakil walikota peserta pilkada berstatus petahana. Semuanya menyebar di 200 daerah dari total 269 daerah yang menyelenggarakan pilkada 2015.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya