Setara Institute: Dobrakan Rizal Ramli Tanpa Solusi

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id
Dukung Rizal Ramli Maju Pilkada, Buruh Mulai Keliling Pabrik
- Jurus 'Rajawali Ngepret' yang sering dilakukan Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli dianggap baru sekadar memberi syok terapi kepada pihak-pihak di pemerintahan yang selama ini berada di dalam zona nyaman.

Rizal Ramli tentang Ahok: Serahkan pada Tuhan Menghukumnya

Direktur Riset Setara Institute, Ismail Hasani, mengatakan jurus yang sering dilancarkan Rizal, yang baru menduduki jabatan menteri selama tiga bulan itu, belum bisa dikatakan menjadi solusi atas mandeknya pembangunan negara di beberapa sisi.
Rizal Ramli Tutup Mulut Ditanya Pilkada Jakarta


"Sangat disayangkan bila Pak Rizal hanya mendobrak tanpa memberi penyelesaian. Pak Rizal masih cocok menjadi pengamat atau pegiat LSM daripada menjadi menteri, lebih baik bergabung di LSM Setara," ujar Ismail dalam Laporan Hasil Studi Kualitatif Terhadap Rencana Reshuffle Kabinet Jilid 2 di kantor Setara Institute, Bendungan Hilir, Minggu, 15 November 2015.


Ismail memaparkan pendobrakan-pendobrakan tanpa solusi Rizal antara lain dilakukan terkait dipermasalahkannya Tarif Dasar Listrik (TDL), proyek listrik 35.000 Megawatt, hingga kasus Pelindo.


Terobosan versi Rizal dianggap sekadar menghasilkan kegaduhan politik.

Latar belakang Rizal sebagai menteri profesional membuatnya tidak mendapat dukungan politik. Kegaduhan akhirnya mengganggu stabilitas kabinet. Rizal kerap bersitegang dengan sesama menteri, hingga Wakil Presiden Jusuf Kalla.


"Rizal bahkan gagal mengkoordinasi menteri-menteri yang ada di bawahnya. Pembangkangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan (terkait kereta api pelabuhan) dan Menteri ESDM Sudirman Said (terkait renegosiasi kontrak Freeport) adalah yang paling mencolok," ujar Ismail.


Dalam studi kualitatif yang dilakukan Setara Institute, Rizal berada di posisi paling bawah, posisi ketigapuluhtujuh dengan skor 4,43. Rizal populer di media, namun memiliki komponen skor rendah dalam variabel dukungan politik dan kompetensi kepemimpinan.


"Dukungan politik dan kompetensi kepemimpinan memiliki bobot penting dalam penilaian selain serapa anggaran kementerian, kemampuan komunikasi, dan pengalaman menteri yang bersangkutan," ujar Ismail. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya