PPP Sebut Partai Pemerintah Ambisi Gantikan Novanto

Hasrul Azwar (PPP)
Sumber :
  • Antara/ Andika Wahyu
VIVA.co.id - Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR, Harsul Azwar, menilai wacana kocok ulang, atau perombakan komposisi pimpinan Parlemen, muncul dari kalangan partai politik pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Politikus Budi Supriyanto Didakwa Disuap Ratusan Ribu Dolar

Partai-partai itu, meski tak disebut secara spesifik, kata Hasrul, ingin menguasai kursi pimpinan Dewan, setelah posisi ketua DPR ditinggalkan Setya Novanto. Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), yang diganti hanya posisi yang lowong, bukan semua unsur pimpinan.
Partai Pendukung Ahok Pakai Janji Tertulis Biar Tak Membelot

Hasrul tak menyoal jika partai-partai itu mewacanakan perombakan pimpinan Dewan. Namun dia mengingatkan ada syarat yang harus dilakukan agar wacana itu bisa diimplementasi.
Komisi V Apresiasi Gubernur Sulbar

“Itu harus revisi Undang-Undang MD3," katanya kepada wartawan di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 17 Desember 2015.

Dia mengaku mengamati sebagian kalangan mewacanakan menghendaki perombakan pimpinan DPR berdasarkan aturan lama, yakni Undang-Undang MD3 tahun 2009, sebelum direvisi pada 2014. Dalam undang-undang lama itu diatur mekanisme pemilihan pimpinan Dewan berdasarkan sistem proporsional: partai pemenang pemilu berhak atas kursi ketua DPR, dan empat posisi wakil ketua diisi partai lain sesuai perolehan suara dalam pemilu.

Kalau berdasarkan Undang-Undang MD3 tahun 2014, ketua DPR yang mengundurkan diri digantikan kader separtai. "Kalau yang sesuai tata tertib (Undang-Undang MD3) berarti tinggal mengisi kekosongan sesuai fraksi, berarti diisi Golkar," kata Hasrul. (Baca: )

PDIP usul aturan lama

Dalam kesempatan terpisah, TB Hasanuddin, legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), terang-terangan mengusulkan agar aturan pemilihan pimpinan DPR dikembalikan pada Undang-Undang MD3 tahun 2009.

"Mari kita kembalikan saja pada akal sehat. Seperti pada saat Pemilu 2009, gunakan saja MD3 tahun 2009," ujar Hasanuddin di kompleks Parlemen.

Jika mengacu pada Undang-Undang MD3 tahun 2009, ketua DPR adalah berasal dari partai pemenang pemilu. Undang-undang lama itu, katanya, lebih adil bagi semua pihak.

"MD3 tahun 2009, ada suatu logika yang bagus, dan musyawarah bisa dilakukan dengan enak seperti saudara. Kalau situasi seperti ini, ada aja situasi yang merasa unggul, merasa terzalimi," katanya.

(Baca: )
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya