Kalah Pemilihan, UU Pilkada Serentak Digugat

Sumber :
  • Lilis Khalisotussurur
VIVA.co.id
PDIP Masih Cari Momentum Baik untuk Umumkan Cagub DKI
- Kuasa hukum Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Rokan Hilir, Provinsi Riau, Herman Sani-Taem Pratama‎, Kalna Siregar mengatakan bahwa pihaknya akan mengajukan uji materi Pasal 158 ayat (2) khususnya huruf C UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 ke MK.

Ahok Tak Sudi Disebut Petugas Partai

"Rencananya hari Senin, 28 Desember 2015 kita daftarkan uji materi khususnya terhadap Pasal 158 ayat (2) huruf C UU Pilkada. Ayat 2 huruf C itu yang khusus‎ Pilkada Bupati dan Wakil Bupati," kata Kalna Siregar di Matraman, Jakarta Timur, Sabtu 26 Desember 2015.
KPUD DKI Akui Syarat Jalur Independen Sulit


Kuasa hukum pasangan calon nomor urut 4 itu menilai bahwa Pasal tersebut membatasi hak konstitusional para pasangan calon yang akan mengajukan sengketa perselisihan hasil pilkada (PHP).


Alasannya, selisih suara permohonan PHP Herman-Taem sendiri sebesar 11 persen padahal batas maksimalnya hanya 2 persen, sehingga terancam tak bisa diproses oleh Mahkamah Konstitusi.


"Untuk di Kabupaten Rokan Hilir saja selisih suara pasangan Herman-Taem (dengan pasangan petahana) 11 persen. Artinya, hak konstitusional klien kami terlanggar atas keberadaan ketentuan Pasal 158 itu," ucapnya.


‎‎Untuk itu, pihaknya akan menggunakan Pasal 28I UUD 1945 sebagau batu uji. Pasal 28I itu menegaskan, bahwa setiap manusia diberikan kesetaran dalam mencari keadilan. Bahkan dikuatkan lagi pada pembukaan UD 1945 alinea ke-4 bahwasanya negara melindungi seluruh tumpah ruah masyarakat Indonesia.


"Yang harusnya kita diberikan kesamaan di mata hukum, tapi dengan Pasal 158 secara konsisten kita tidak punya harapan di MK," ujar dia.


Kalna berharap MK dapat melakukan penundaan pemeriksaan perkara PHP yang sudah didaftarkan sampai uji materi Pasal 158 UU Pilkada ini selesai diputus MK. Artinya, MK bisa mengesampingkan ketentuan Pasal 158 UU Pilkada.


Sehingga kata dia, perkara PHP Rokan Hilir 2015 yang didaftarkan pihaknya, serta perkara PHP lain yang punya problem serupa, dapat diterima dan diproses oleh MK. Jika tidak, dia berharap MK memberi kesempatan untuk membuktikan kecurangan-kecurangan yang dijadikan bukti pihaknya dalam permohonan PHP Rokan Hilir 2015 ini.


"MK harusnya berfokus pada pembuktian kecurangan-kecurangan. Jangan fokus pada pembatasan maksimal selisih suara seperti dalam Pasal 158 UU Pilkada. MK sebagai lembaga pemerintah, lembaga yang menegakkan hukum dan konstitusi, pasal itu memang harus dikesampingkan," tegas Kalna.


Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 146 permohonan perkara Perselisihan Hasil Pilkada (PHP)‎. Namun, mayoritas permohonan itu terancam tidak dapat diterima, lantaran aturan yang terkandung dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada).


Undang-undang Pilkada Nomor 8 Tahun 2015, pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) mengatur bahwa syarat pengajuan sengketa, jika ada perbedaan selisih suara maksimal 2 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi maksimal 2 juta penduduk.


Sementara bagi penduduk lebih dari 2 juta hingga 6 juta, syarat pengajuan sengketa, jika ada perbedaan selisih maksimal 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi.


Untuk tingkat kabupaten/kota, jumlah penduduk di bawah 250 ribu selisih minimal 2 persen, jumlah penduduk antara 250-500 ribu selisih suara minimal 1,5 persen. Untuk daerah dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa, minimal selisih suara 1 persen, dan daerah dengan jumlah penduduk di atas 1 juta jiwa minimal selisih suara 0,5 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya