- VIVA.co.id/Reza Fajri
VIVA.co.id - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Hidayat Nurwahid menyesalkan kasus korupsi yang kembali menjerat anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Masih jamaknya kasus korupsi menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera tersebut tak lepas dari biaya politik yang tinggi saat Pemilu.
"Makanya kami mengusulkan undang-undang Pemilu nanti kembali ke sistem proporsional tertutup," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 21 Januari 2016.
Hidayat menjelaskan, sistem proporsional tertutup akan menghadirkan kompetisi yang wajar antarpartai dan kandidat, sehingga tidak menimbulkan konflik karena besarnya uang yang harus dikeluarkan.
Selain itu, sistem ini dinilai relatif tidak membebankan biaya besar yang mendorong politikus melakukan korupsi.
"Dia akan berpikir berapa isi tasnya yang kepakai. Dia nantinya berpikir harus mengembalikan itu. Mengembalikan bukan hanya modalnya tapi juga bunganya," tambah Hidayat.
Keputusan Mahkamah Konstitusi mengubah sistem pemilihan umum legislatif dari proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka sejak Pemilihan umum (Pemilu) Legislatif 2009 hingga Pemilu 2014.
Sistem proporsional terbuka mensyaratkan keterpilihan calon legislator melalui suara terbanyak, sehingga membuat persaingan antarcalon legislator menjadi lebih ketat. Dan untuk mendulang suara masyarakat, para calon legislator berpotensi harus "menabur" banyak uang. Pasalnya, mereka tidak hanya bertarung dengan calon legislator dari partai politik lain namun juga dengan sesama calon dari partainya.
"Pemilu demokrasi yang murah itu tadi kembali ke Pemilu sistem proporsional tertutup," kata Hidayat.
Anggota Komisi V Damayanti Wisnu Putranti dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi beberapa waktu lalu karena terkait kasus proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia bagian timur. Ruangan Damayanti di Gedung DPR sudah digeledah dan disegel KPK.
Sayangnya tak hanya ruangan Damayanti yang digeledah, KPK juga menggeledah ruangan dua kolega satu komisinya yaitu Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar dan Yudi Widiana Adia dari Fraksi PKS.