Pengadilan Etik Dikhawatirkan Jadi 'Keranjang Sampah'

Ketua DKPP Jimmly Asshidiqie
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat, Masykurudin Hafidz, menilai wacana Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie soal perlunya sanksi etik bagi peserta pilkada dinilai kurang tepat.

Pasalnya, pengadilan etika sesungguhnya berada paling tinggi di atas pengadilan lainnya. Sehingga, pemberlakuan sanksi etik kepada peserta pilkada pada saat penegakan hukum biasa tidak berjalan akan menjadikan pengadilan etika ini menjadi 'keranjang sampah'.

"Saya khawatir apapun jenis pelanggarannya, ujung-ujungnya mengadukan ke pengadian etik. Ini yang justru akan menurunkan wibawa pengadilan etika yang seharusnya berada di level paling tinggi. Jangan sampai pengadilan etika justru menjadi pengadilan murahan yang akhirnya kehilangan kewibawaan," kata Masykur, saat dihubungi VIVA.co.id, Minggu 13 Maret 2016.

Padahal, lanjut dia, pengadilan etika bergerak untuk memberikan penilaian etis terutama kepada integritas, kemandirian dan keutamaan yang dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian, pengadilan etik lebih bersifat individu dan menyangkut moralitas pribadi.

Menurutnya, sanksi etik inilah yang selama ini efektif bagi penyelenggara pemilu karena kebutuhan akan adanya pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil diperlukan penyelenggara yang berintegritas. Sanksi etik menjadi perlu hanya bagi penyelenggara karena penegakan hukum biasa kurang mengatur dan rumit diterapkan.

Lebih cocok penyelenggara negara

"Integritas menjadi wilayah yang cukup baik dijadikan syarat bagi penyelenggara pemilu dan penegakannya melalui dewan etik seperti DKPP," ungkapnya.

Selain itu, Masykur juga mempertanyakan hukuman apa yang paling tepat apabila seorang calon kepala daerah mendapatkan sanksi etik. Ia lalu mencontohkan bila jawabannya adalah diskualifikasi atau pembatalan calon, maka Masykur menilai hal itu nantinya justru akan berpotensi menghilangkan hak asasi yang bersangkutan untuk dipilih.

"Menurut saya, pengadilan etika lebih cocok bagi penyelenggara negara," kata Masykur, mempertegas.

Sebelumnya, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie menyampaikan gagasannya dalam acara Bawaslu Award soal perlunya sanksi pelanggaran etika bagi peserta pemilu atau pilkada. Pasalnya, selama ini sanksi etik biasanya hanya ditujukan pada penyelenggara pemilu.

Gagasan Jimly ini disampaikan dalam konteks DPR dan pemerintah sedang menggodok seri lanjutan Revisi Undang-undang Pilkada. Revisi ini dilakukan menjelang pilkada 2017. (one)

Hasto Bantah Sering Komunikasi dengan Risma
Demo Tolak Perubahan UU Pemilu

23 Pasal RUU Pemilu Rawan Digugat

23 pasal itu terbagi dalam 9 kategori.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016