Hadapi Pilkada, PPP Gelar Mukernas

Ketua Umum PPP Muktamar Jakarta, Djan Faridz.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Hadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembanguan (PPP) hasil Muktamar Jakarta, dengan Ketua Umum Djan Faridz, menggelar acara Mukernas II. 

Acara PPP Djan Faridz Dilempar Molotov, Satu Orang Tewas
 
"Kita akan siapkan segera. Mudah-mudaan selesai dalam waktu tiga bulan kedepan. Kita juga akan membentuk organisasi sayap. Untuk mengurangi ketergantungan kita ke calon. Mereka akan dibantu," kata, Djan di DPP PPP, Jakarta, Selasa 29 Maret 2016.
'Koalisi Partai Politik Ibarat Rumah di Atas Pasir'
 
Djan menegaskan, Mukernas ini sebagai sesuatu yang sah dan tidak melanggar hukum karena mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkannya.
Pengamat: Konflik PPP Tak Selesai dengan Kehadiran Jokowi
 
"Artinya keputusan MA ini putusan yang tetap dan inkrah. Setiap tindakan yang melawan keputusan yang final dan ikrah ini adalah perbuatan yang melawan hukum.? Kalau ada orang yang mengatakan PPP yang berbeda dengan keputusan MA, itu perbuatan yang melawan hukum," kata Djan.
 
Atas dasar itu, Djan menegaskan, acara Mukernas yang diselenggarakan ini tidak akan mengganggu proses islah yang sedang dilakukan. Djan memastikan selalu membuka pintu untuk islah. Selama islah itu masih dalam koridor hukum atau keputusan MA.
 
"Jadi seperti tetangga kami, mengajak islah sama-sama mencuri atau merampok bank, enggak mau saya. Mau ngapain saya ikut-ikut. Saya ini penduduk yang taat hukum. Sudah ada ketentuan hukum yang dilarang merampok, ya taatilah hukum. Nah ini juga begitu. Kalau ada orang yang berniat baik pada keluarga PPP, saya ikut," katanya.
 
Sementara Wakil Ketua Umum PPP, Nu’man Abdul menyarankan, sebaiknya Menkum HAM, Yasonna Laoly taat terhadap keputusan MA. Sebab, putusan MA itu sifatnya final dan mengikat. Kemenkum HAM tidak boleh ikut campur dalam masalah internal partai. 
 
"Kewenangan yang diberikan ke Kemenkum HAM itu atributif, bukan substansial mengatur.? Bahkan fungsi mediasi saja sudah tidak boleh. Jadi kalau pemerintah enggak mau mengakui muktamar Jakarta, lalu pasal apa yang dipakai," katanya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya