DPR Ingatkan Janji Jokowi Soal Piagam Perjuangan Marsinah

Anggota Komisi VI Rieke Diah Pitaloka
Sumber :

VIVA.co.id – Bagian pemberitaan DPR RI bekerjasama dengan koordinatoriat menggelar diskusi di pressroom dengan tema may day. Dalam diskusi kali ini hadir Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka sebagai narasumber, selain itu dari perwakilan pekerja Eko Darwanto dan pengamat Siti Zuhro.

Yandri Susanto dari Fraksi PAN Jadi Ketua Komisi VIII

Rieke menjelaskan hingga saat ini nasib pekerja Indonesia terus diperjuangkan dengan terus mendorong  tiga menteri untuk memperhatikan nasib buruh.

"Kita terus mendorong Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan. Meminta agar nasib buruh terus diperhatikan. Hari ini masih terjadi kesenjangan terhadap nasib buruh, ada yang mengadu kepada saya sudah lebih dari 10 tahun bekerja bagian gudang di Bulog, status outsourching tapi gaji masih Rp700 ribu," ujarnya di Nusantara III, Kamis 28 April 2016.

Sepakat Revisi UU MD3, Dua Fraksi Ini Beri Catatan

Seyogyanya, BUMN menjadi garda terdepan dalam aturan hukum, karena sampai saat ini ribuan buruh di BUMN masih berstatus outsourching.

"Kita berjuang bagaimana may day nanti buruh sudah mendapatkan hak layak. Juga ada otokritik bukan hanya kepada pemerintah, tapi juga pada pengusaha dan pekerja," ujar Politisi PDIP ini.

Mungkinkah RUU Perlindungan Data Pribadi Selesai dalam 4 Bulan?

Rieke mengaku masih memegang komitmen Presiden Jokowi soal Piagam Perjuangan Marsinah.

"Marsinah adalah salah satu pekerja di Jawa timur, mendapatkan kekerasan pada orde baru. Makanya dirumuskan Tri Layak Buruh yaitu, pekerja layak, upah layak dan hidup layak," ujarnya.

Lebih lanjut dijelaskannya, piagam penghargaan Marsinah merupakan janji Jokowi kepada kaum buruh agar mendapat perlakuan buruh yang ditandatanganinya pada 1 Mei 2014.

"Jokowi mengatakan tidak ada negara yang kuat kecuali buruh yang kuat. Untuk itu isi piagam penghargaan Marsinah itu adalah janji seorang calon Presiden terhadap nasib buruh Indonesia," ujar eks anggota Komisi IX ini.

Sementara itu peneliti dari LIPI, Siti Zuhro mengatakan bahwa Presiden mempunyai otoritas untuk membayar janjinya, sesuai piagam penghargaan Marsinah.

"Presiden mempunyai otoritas dengan fasilitas yang dimiliki. Siapapun yang berjanji harus menepati janjinya," ujarnya.

Eko Darwanto mewakili pekerja mengatakan, selama ini masih ada hubungan yang tidak harmonis, antara pekerja dengan pengusaha.

"Terjadinya tidak sesuainya kesepakatan kerjasama. Investor di Indonesia harus mampu memahami UU Ketenagakerjaan dengan baik, terutama upah atau hak normatif buruh. Kalau kita mau jujur selama ini banyak pengusaha yang tidak membayar hak-hak tenaga kerja," katanya.  (webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya