Politisi PKB: Pengeras Suara Masjid Harus Diatur Lebih Tegas

Warga Tanjungbalai menyaksikan vihara yang dijarah massa.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anton
VIVA.co.id
Mensos Bentuk Forum Keserasian Sosial di Tanjungbalai
- Kekerasan berlatar suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang terjadi di Tanjung Balai, Sumatera Utara menuai keprihatinan. Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Maman Imanulhaq, menilai kejadian tersebut telah melukai nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara.

Penahanan 11 Tersangka Kerusuhan Tanjungbalai Ditangguhkan

Maman karena itu meminta agar pemerintah sigap memulihkan situasi pascakejadian. Selain itu juga perlu memberikan perlindungan kepada para korban. Para pelaku perusakan dan pembakaran wihara di Tanjung Balai diminta diproses hukum dengan tegas.
Tersangka Kerusuhan Tanjungbalai Jadi 20 Orang

 

"Mengeraskan panggilan adzan jangan sampai hanya menimbulkan polusi suara yang justru menimbulkan antipati umat agama lain. Panggilan adzan sebaiknya dilakukan oleh muadzin yang bersuara merdu dengan menggunakan pengeras suara secara tidak berlebihan," kata Maman Imanulhaq dalam pesan tertulis, Senin 1 Agustus 2016.


Pasalnya, Instruksi Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP/D/101/1978 telah mengatur penggunaan pengeras suara ke luar agar tidak meninggikan suara dan hanya berlaku untuk panggilan adzan.


Sementara untuk kegiatan keagamaan lainnya, seperti doa dan khotbah disebut hanya diperbolehkan menggunakan pengeras suara ke dalam.


"Semestinya pengaturan pengeras suara dalam kegiatan keagamaan diatur dalam peraturan yang lebih tinggi agar lebih tersosialisasi dan dapat ditegakkan lebih tegas," ujar Politikus PKB ini.


Sebelumnya terjadi perusakan hingga 8 wihara di Tanjung Balai. Aksi anarkistis dan kekerasan ini dipicu oleh teguran kepada pengurus masjid akibat volume pengeras suara yang terlalu tinggi dari salah satu masjid di Tanjung Balai Selatan. 


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya