Terpidana Percobaan Boleh Nyalon, Kualitas Pilkada Turun

Ilustrasi pemungutan suara.
Sumber :
  • Antara/ Fachrozi Amri

VIVA.co.id – Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz sudah memprediksi sejak awal, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Republik (DPR) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan bahwa terpidana hukuman percobaan bisa menjadi kandidat kepala daerah maupun wakil kepala daerah dalam Pilkada serentak 2017.

Jumlah Calon Kepala Daerah Minim, Parpol Patut Disalahkan

"Ternyata benar, kekhawatiran kita bersama agar Pilkada sejak awal dimiliki oleh calon yang berintegritas ternyata gagal. Digagalkan oleh peserta Pilkada berwajah DPR," kata Masykurudin saat dihubungi, Selasa 13 September 2016.

Masykurudin mengatakan, para pemerhati Pemilu memperhatikan proses yang sangat alot aturan ini di Komisi II DPR RI. Hal ini nampak dari beberapa fraksi yang tetap berupaya menolak terpidana hukuman percobaan menjadi kandidat calon kepala daerah dalam Pilkada 2017 mendatang.

Pilkada, Ini Tiga Provinsi yang Bakal Banjir 'Perang Sosmed'

"Setidak-tidaknya fraksi yang ngotot terpidana dengan hukuman percobaan berhasil membuka peluang bagi calon-calon yang mempunyai status tersebut untuk dapat maju melalui partai politik tersebut. Dan akhirnya bagi partai politik lainnya juga terpaksa ikut," ujarnya.  

Menurutnya, agenda untuk membuka peluang bagi terpidana hukuman percobaan untuk menjadi calon kepala daerah telah berhasil. Ia mengajak semua pihak untuk mencatat berapa banyak calon terpidana yang diajukan oleh partai pendukung dalam Pilkada 2017 mendatang.

Ketua Komisi II Luncurkan Buku Tentang Pilkada Serentak

"Tapi percayalah, masyarakat pemilih tidak bodoh, dan punya cara sendiri untuk menghukum calon terpidana tersebut." 

Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR RI, Arteria Dahlan meminta pemerintah mempertanggungjawabkan klausul yang disodorkan terkait terpidana hukuman percobaan boleh berpartisipasi dalam Pilkada 2017.

"Kalau tidak, artinya ada permufakatan jahat atau setidaknya pembiaran tindak pidana," kata Arteria dalam pesan singkatnya, Selasa, 13 September 2016.

Arteria mengaku heran dengan ngototnya pemerintah atas aturan ini yang disebutnya melawan logika akal sehat. Apalagi kata dia dilakukan dengan alasan HAM.

"Ada yang ngotot boleh dengan alasan HAM, keadilan dan segala macam alasan yang tidak logis, mencederai akal sehat dan miskin nurani," ujar Arteria.

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya