PDIP Anggap Pertemuan Jokowi dan SBY sebagai Politik Makanan

Presiden Joko Widodo Bertemu Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

VIVA – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menganggap pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka pada Jumat pekan lalu sebagai bagian dari komunikasi politik yang disebut “politik makanan”.

SBY Yakin Duet Renan Buiatti-Reza Beik Jadi Pertahanan Tangguh Jakarta LavAni

Sebagimana disampaikan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, pertemuan Presiden dengan mantan presiden itu mesti diselingi jamuan makan dan minuman tradisional. Begitu juga pada pertemuan tersebut, Jokowi, melalui pramusaji Istana, menyuguhi SBY dengan kudapan lemper dan minuman teh.

“Itu politik makanan; sarana perekat dalam politik nasional, dengan cita rasa makanan,” kata Hasto dalam perbincangan dengan tvOne pada Senin pagi, 30 Oktober 2017.

Pengamat Ungkap Ganjalan Utama Megawati Gabung dalam Koalisi Prabowo-Gibran

Hasto juga mengingatkan pertemuan putra sulung kedua pemimpin, Gibran Rakabuming dan Agus Harimurti Yudhoyono, di Istana pada 10 Agustus 2017. Saat itu Gibran sebagai tuan rumah menyuguhkan makanan gudeg dan bubur lemu.

Peristiwa itu, katanya, juga bagian dari komunikasi politik; tak hanya simbol hubungan baik kedua orang tua mereka, tetapi sekaligus menyiratkan jalinan silaturahmi PDIP dengan Partai Demokrat, partai yang dipimpin SBY.

Juru Bicara Ungkap Keinginan Prabowo Duduk Bareng Megawati, SBY dan Jokowi

Hasto menepis analisis sebagian kalangan yang menyebut pertemuan Jokowi dengan SBY berhubungan dengan peristiwa politik seputar pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi undang-undang. Kedua partai, PDIP dan Demokrat, berbeda sikap di Parlemen dalam pengesahan perppu itu.

Menurut Hasto, analisis itu menyempitkan hakikat pertemuan. Padahal, katanya, kedua pemimpin ingin menunjukkan kepada publik bahwa mereka tetap saling mendukung meski jalan yang ditempuh berbeda; Jokowi sebagai penguasa, sementara SBY menjadi kekuatan politik penyeimbang pemerintah.

Semua itu sejalan dengan semangat gotong royong dan musyawarah dalam membangun Indonesia berdasarkan ideologi Pancasila. “Karena (dalam) ideologi Pancasila, semua (kelompok/golongan berusaha) mencari titik temu.” Maka, katanya, terlalu dini dan bahkan berlebihan pula mengaitkan pertemuan itu dengan urusan politik praktis menyongsong Pemilu Presiden tahun 2017.

Hasto bahkan menilai pertemuan gayeng kedua pemimpin selaras dengan ajaran Sukarno tentang kemandirian Indonesia, tak cuma dalam politik dan ekonomi, tetapi juga dalam hal kecil semacam makanan. Dia mengutip pernyataan Proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia itu, “Lidah dan perut rakyat Indonesia tidak boleh terjajah oleh makanan impor.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya