Gas Pol Tarik Investasi, Pemerintah Rampingkan Lagi DNI
- Adi Suparman
VIVA – Pemerintah kembali berencana memperkecil Daftar Negatif Investasi atau DNI. Kali ini, perampingan direncanakan tidak lagi dikeluarkan berdasarkan bidang usahanya, melainkan hanya sebatas berdasarkan nilai modalnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, hal itu ditujukkan supaya investasi semakin kencang masuk ke Indonesia. Karenanya, jika DNI yang dirampingkan berdasarkan bidang usahanya saja, hanya akan memperlambat proses relaksasinya.
Sebab itu, dia mengusulkan, supaya bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI nantinya dikeluarkan berdasarkan modal usahanya saja, yakni minimal sebesar Rp10 miliar. Dengan begitu, bidang usaha yang memiliki modal di bawah Rp10 miliar tidak boleh dimasuki investor asing.
"Jadi, buat DNI kita mau betul-betul minimumkan. Jadi, yang di bawah Rp10 miliar saja, asing enggak boleh masuk kalau satu (berdasarkan bidang usahanya) repot, kita pacu saja pergerakannya," tutur Luhut di Jakarta Convention Center, Selasa 13 Agustus 2019.
Dengan semakin terbukanya bidang usaha yang bisa diinvestasikan oleh investor asing, Luhut berharap, arus investasi asing bisa semakin cepat masuk ke Indonesia. Apalagi, potensi itu saat ini terbuka lebar dengan adanya perang perdagangan antara Amerika Serika dengan China.
"Dia bilang, kita bisa tumbuh tujuh persen kalau kalian efisiensi dan keterbukaan itu. Relokasi jangan sampai dari China ke Vietnam, Thailand, enggak ke kita, makanya kita menyesuaikan aturan-aturan seperti negara lain," ungkap Luhut.
Sebelumnya, pada November 2018, pemerintah telah menetapkan 54 bidang usaha akan kembali dikeluarkan dalam DNI. Meski sudah termuat dalam Paket Kebijakan Ekonomi ke XVI, peraturan presiden terkait relaksasi DNI tersebut hingga saat ini belum dikeluarkan oleh pemerintah.
Persoalan DNI itu sebelumnya juga telah disampaikan oleh para pengusaha eropa yang tergabung dalam EuroCham. Ketua Dewan EuroCham, Corine Tap menjelaskan, turunnya minat investasi pengusaha Eropa ke Indonesia pada 2019, tidak terlepas dari pandangan mereka terhadap masih banyaknya DNI.
Kebijakan itu dianggap mencirikan pemerintah Indonesia, masih menganut paham protektionisme. "Sehingga, ini (DNI) merupakan area yang harus dipertimbangkan pemerintah jika kita ingin meningkatkan investasi dari Uni Eropa ke Indonesia," kata dia di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat lalu, 9 Agustus 2019. (asp)