VIVA RePlay 2022: Buah Presidensi G20 Indonesia
- VIVA.
VIVA Bisnis – Indonesia berhasil mengukir sejarah baru pada tahun 2022. Penyelenggaraan pertemuan 20 pemimpin negara dengan ekonomi terbesar dunia atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 telah dilaksanakan dengan lancar.
Presidensi G20 Indonesia resmi dimulai pada 1 Desember 2021 hingga puncak acara pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) 15-16 November 2022. Pada KTT G20 yang mengangkat tema 'Recover Together Recover Stronger itu, lahir sebuah deklarasi pimpinan (leader's declaration) yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) berisi 52 poin deklarasi.
Namun, Presiden Jokowi mengatakan dalam G20 Bali Leaders’ Declaration terdapat satu paragraf yang diperdebatkan yaitu penyikapan terhadap perang di Ukraina. Bahkan para pemimpin membicarakan hal itu sampai tengah malam. Meskipun alot, namun akhirnya Deklarasi Bali dicapai melalui konsensus. "Kami menyepakati bahwa perang berdampak negatif pada ekonomi global. Kira-kira itu. Kemudian pemulihan ekonomi global juga tidak akan tercapai tanpa perdamaian," kata Jokowi dalam konferensi pers di Bali.
Anggota negara G20 sendiri diantaranya Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa. Sejumlah kesepakatan ekonomi dan strategis berhasil dicapai oleh negara anggota melalui Presidensi G20 Indonesia.
Perhelatan ekonomi terbesar dunia ini juga telah berdampak positif ke perekonomian Indonesia. Berikut sejumlah dampak G20 bagi Indonesia:
1. G20 Sumbang ke Ekonomi RI
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, Presidensi G20 Indonesia menyumbangkan Rp 7,4 triliun bagi perekonomian RI atau Produk Domestik Bruto (PDB).
Airlangga mengatakan, dari total Rp 7,4 triliun tersebut juga menyumbang konsumsi langsung sebesar Rp 1,7 triliun dan turut berkontribusi untuk tenaga kerja Indonesia.
"Dari G20 studi yang dilakukan PDB akan terdampak sebesar Rp 7,4 triliun, konsumsi langsung sebesar Rp 1,7 triliun. Kemudian tenaga kerja dari kegiatan langsung maupun UMKM itu bisa 33 ribu," kata Airlangga Senin 7 November 2022.
2. KTT G20 Kantongi Komitmen Investasi
Melalui perhelatan negara dengan ekonomi terbesar dunia itu, Indonesia pun berhasil mengantongi sekitar US$8 miliar atau setara dengan Rp 125 triliun (kurs Rp 15.600/US$) komitmen investasi. Hal itu disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
"Komitmen investasi yang sudah diteken kurang lebih sekitar 7 sampai 8 miliar dolar AS, tapi ada sekitar kurang lebih 10 miliar dolar AS yang belum bisa diteken tapi sudah ada kesepahaman dan saya tidak mau mengumumkan yang 10 miliar ini karena itu belum diteken," kata Bahlil.
Bahlil mengungkapkan, komitmen investasi yang diterima Indonesia tersebut berasal dari sejumlah negara seperti Korea Selatan, China, dan beberapa negara Eropa.
“Detailnya nanti pada saat kita tanda tangan HoA (Head of Agreement)," jelasnya.
Sedangkan Presiden Jokowi mengungkapkan, dari rangkaian pelaksanaan KTT G20 November lalu, Terdapat 226 proyek yang bersifat multilateral dengan nilai US$238 miliar dan 140 proyek yang bersifat bilateral dengan nilai US$71,4 miliar.
Lalu, Pemerintah juga memperoleh komitmen investasi dari Jepang, Inggris, dan Republik Korea untuk proyek kereta MRT di Jakarta.
"Kerja sama dengan Turki untuk pembangunan jalan Tol Trans Sumatera dan lainnya. Saya lihat ini banyak sekali. Oleh sebab itu perlu ada task force khusus, misalnya, yang Amerika siapa (yang menindaklanjuti), yang UAE siapa, yang Korea siapa, yang Jepang siapa, yang China siapa, sehingga semuanya bisa secara detail ditindaklanjuti apa yang jadi kesepakatan di Bali," ujar Jokowi.
3. Peroleh Dana Transisi Energi
Negara G20 pun menyatakan dukungan kepada Indonesia untuk bertransformasi menuju energi hijau. Pemerintah Indonesia berhasil memperoleh nilai investasi sebesar US$20 miliar atau sekitar Rp 311 triliun melalui kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP). Dana tersebut akan digunakan untuk peralihan menuju sumber energi baru terbarukan (EBT).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, kemitraan internasional ini dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang.
"Kemitraan penting mendukung target iklim bisnis Indonesia yang ambisius untuk upaya kolaboratif dan investasi terkait oleh mitra internasional kami. Termasuk mobilisasi pembiayaan awal publik dan swasta sebesar US$20 miliar dalam tiga, empat tahun, lima tahun ke depan," kata Luhut.
Menurutnya, kerja sama tersebut juga akan mendukung pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
"Indonesia berkomitmen pada ekonomi rendah karbon di mana transisi energi adalah kuncinya. Kami percaya bahwa kami tidak boleh mengorbankan pembangunan ekonomi kami, tetapi kami juga harus membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan untuk generasi mendatang," jelasnya.
Luhut menekankan, dalam waktu enam bulan sejak perolehan nilai investasi itu, Pemerintah akan memimpin penyusunan rencana aksi dengan mitra investor. Hal itu sebagai tindak lanjut dari investasi awal yang berhasil diperoleh.
4. Indonesia Luncurkan Dana Pandemi
Indonesia dalam kepemimpinan G20 juga resmi meluncurkan Pandemic Fund atau Dana Pandemi yang dipimpin oleh Presiden Jokowi. Hal itu diharapkan mampu menjadi penyelamat bagi setiap negara untuk menghadapi pandemi yang akan datang.
Jokowi menyampaikan bahwa selama tiga tahun terakhir dunia menghadapi disrupsi terberat karena adanya pandemi COVID-19.
Menurutnya dengan adanya COVID-19, memberikan bukti bahwa dunia tidak siap dan tidak memiliki arsitektur kesehatan yang mengelola pandemi.
"Oleh karena itu, kita harus memastikan ketahanan komunitas internasional dalam menghadapi (pandemi) tidak boleh lagi memakan banyak korban jiwa, pandemi tidak boleh lagi meruntuhkan sendi-sendi perekonomian global," kata Jokowi.
Indonesia sendiri berkomitmen akan memberikan US$50 juta untuk pandemic fund. Tercatat total dana terkumpul dari komitmen sudah sebanyak US$1,4 miliar yang berasal dari 20 kontributor yaitu anggota G20, negara non G20, dan tiga lembaga filantropis dunia.