Kemenkeu Ungkap Konsekuensinya Jika Pemerintah Tak Tambah Utang
- vivanews/Andry Daud
Jakarta – Topik utang terus menjadi pembicaraan yang sering dibahas oleh kalangan masyarakat. Bahkan, tak sedikit masyarakat yang meminta agar Indonesia untuk tidak mengutang atau menambah nominal utang.
Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Deni Ridwan mengungkapkan, bisa saja Pemerintah membuat kebijakan untuk tidak menarik utang. Namun, Pemerintah dan masyarakat harus siap menerima konsekuensi dari hal tersebut.
"Jadi kita bisa tidak berhutang, salah satunya dengan bisa menghilangkan subsidi. Secara hitungan di atas kertas bisa, tapi praktiknya woh pastikan luar bisa," kata Deni dalam sebuah diskusi bertajuk ‘ Amankah Utang Pemerintah Saat Ini’, Jakarta, Rabu, 14 Juni 2023.
Deni mencontohkan, pada 2022 lalu, belanja negara mencapai Rp 3.000 triliun, dengan defisit Rp 464 triliun. Artinya, Pemerintah menambah utang sebesar Rp 464 triliun.
Deni menuturkan, dari belanja pada 2022 itu tercatat belanja terbesar ada pada subsidi energi dari target awal sebesar Rp 150 triliun dinaikkan menjadi Rp 500 triliun. Sebab, pada waktu itu, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami lonjakan yang tinggi.
"Jadi secara hitung-hitungan di atas kertas kalau kita enggak utang tahun lalu gampang, hilangkan subsidi Rp 500 triliun. Tahun lalu kita melakukan penyesuaian Pertalite ada demo, kalau kita nggak ada penyesuaiannya harga Pertalite, subsidi kita bisa naik di Rp 500 triliun menjadi Rp 700 triliun," jelasnya.
Dengan hal itu jelas Deni, bisa saja Pemerintah tidak menarik utang. Hal itu juga bisa dilakukan dengan pengurangan anggaran pada kesehatan, dan pendidikan.
"Itu bisa kita lakukan pengurangan kalau kita mau melakukan kebijakan zero debt. Tapi itu siap nggak kita konsekuensinya tidak ada subsidi, pengurangan transfer ke daerah, kemudian anggaran kesehatan dikurangin. Itu yang perlu kita pertimbnagan," ujarnya.